Kondisi ini menegaskan adanya jurang digital antara wilayah barat dan timur Indonesia. Provinsi-provinsi di Jawa, sebagian Sumatera, dan Kalimantan cenderung memiliki skor lebih baik, sementara wilayah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara masih tertinggal jauh. Ketimpangan ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga strategis: tanpa pemerataan digital, agenda transformasi nasional menuju Indonesia Emas 2045 akan menghadapi hambatan serius.
Sumbar dalam IMDI 2025
Di tengah ketimpangan tersebut, posisi Sumatera Barat (Sumbar) cukup menggembirakan. Skor IMDI provinsi ini pada 2025 mencapai 49,70, lebih tinggi dari rata-rata nasional (44,53). Dengan capaian ini, Sumbar masuk kategori Cukup, tetapi mendekati ambang kategori Tinggi.
Jika dirinci per pilar, Sumbar menunjukkan performa kuat pada Infrastruktur dan Ekosistem (58,00) serta Literasi Digital (54,15). Hal ini menandakan bahwa masyarakat Sumbar relatif mudah mengakses jaringan digital dan cukup terampil menggunakan perangkat serta aplikasi digital. Namun, skor pada Pilar Pemberdayaan (42,32) dan Pilar Pekerjaan (44,08) masih menjadi catatan penting. Angka tersebut menunjukkan bahwa digitalisasi belum sepenuhnya berdampak pada pemberdayaan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru. Dengan kata lain, potensi ekonomi digital di Sumbar belum diolah secara maksimal.
Lebih menarik lagi jika kita menengok skor IMDI di tingkat kabupaten/kota. Di Sumbar, terdapat variasi yang cukup lebar. Kota Padang mencatat skor tertinggi 58,28, masuk kategori Sangat Tinggi. Kota Pariaman (55,16), Kabupaten Padang Pariaman (54,41), dan Kota Padang Panjang (54,38) juga menunjukkan performa baik dengan kategori Tinggi. Ini menandakan bahwa daerah perkotaan dan kawasan penyangga ibu kota provinsi lebih maju dalam hal digitalisasi.
Namun di sisi lain, Kabupaten Limapuluh Kota hanya mencatat skor 39,45 (kategori Rendah). Kabupaten Kepulauan Mentawai (42,31) dan Kota Sawahlunto (41,46) masih berada di bawah rata-rata provinsi. Disparitas ini mengindikasikan bahwa keberhasilan digitalisasi di Sumbar belum merata, melainkan terkonsentrasi di pusat-pusat urban.
Kondisi ini menegaskan perlunya strategi pembangunan digital yang tidak hanya bertumpu pada kota besar, tetapi juga menjangkau daerah-daerah pinggiran. Tanpa itu, kesenjangan digital internal di Sumbar bisa melebar, dan manfaat teknologi digital hanya dinikmati sebagian masyarakat.