Ir. Ulul Azmi, ST., M.Si., CST., IPM., ASEAN Eng. Praktisi Keinsinyuran dan K3L NasionalPutra Asal Pasaman
Delapan puluh tahun Kabupaten Pasaman berdiri bukan sekadar angka dalam kalender sejarah, melainkan perjalanan panjang tentang perjuangan, nilai, dan kebijaksanaan. Dari Bonjol yang bersejarah hingga Rao yang subur, dari lembah Talu hingga hulu Batang Sumpur, Pasaman adalah tanah yang tumbuh dari kerja keras rakyatnya dan dilindungi oleh doa para leluhur.
Sebagai putra Pasaman, saya memandang usia ke-80 ini sebagai momentum kebangkitan. Pasaman Bangkit bukan hanya tema peringatan, tetapi tekad bersama untuk membangun dengan ilmu dan menjaga dengan nurani. Sebab kemajuan sejati bukan diukur dari seberapa banyak kita membangun, tetapi seberapa bijak kita menjaga alam yang memberi kehidupan.
Pasaman memiliki potensi besar yang dapat menjadi tonggak perubahan, salah satunya energi panas bumi (geothermal) di Bonjol. Energi ini adalah masa depan energi bersih yang selaras dengan komitmen dunia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 7 tentang energi bersih dan terjangkau, SDG 9 tentang industri dan inovasi, SDG 13 tentang penanganan perubahan iklim, dan SDG 15 tentang menjaga ekosistem darat.
Namun pengelolaan energi panas bumi tidak boleh melupakan aspek sosial dan ekologis. Potensi besar tanpa etika hanya akan menjadi ancaman. Energi hijau harus menjadi energi rakyat, bukan proyek eksploitatif. Bonjol semestinya menjadi contoh pengembangan energi bersih berbasis masyarakat, yang melibatkan warga lokal, menjaga ekosistem, dan menghadirkan manfaat berkelanjutan bagi daerah.
Saya ingin menyampaikan dengan tegas: jangan hancurkan ekologi Pasaman demi kepentingan sesaat. Sungai, hutan, dan tanah kita adalah sumber kehidupan, bukan sumber keuntungan pribadi. Saat ini, banyak sungai di Pasaman mulai keruh akibat aktivitas tambang ilegal. Padahal sungai bukan hanya jalur air, tetapi urat nadi kehidupan masyarakat. Jangan dikeruk sungai demi kepentingan jangka pendek, karena air yang kita kotori hari ini akan menjadi air mata generasi yang akan datang. Alam Pasaman harus dijaga sebagai warisan suci, bukan ladang eksploitasi.
Namun, kita juga harus adil kepada rakyat kecil. Banyak masyarakat menggantungkan hidup pada tambang rakyat tradisional. Maka, solusinya bukan hanya pelarangan, tetapi penataan dan pemberdayaan.
Saya mengusulkan agar tambang rakyat dikelola melalui Koperasi Rakyat Tambang (KRT) sebagai wadah resmi dan legal yang mempertemukan kebutuhan ekonomi rakyat dengan tanggung jawab ekologis. Dengan sistem koperasi, rakyat menjadi pelaku utama, bukan korban. Kegiatan tambang bisa diatur, diawasi, dan diarahkan pada prinsip produksi bertanggung jawab serta pemberdayaan ekonomi lokal. Model seperti ini akan menciptakan harmoni antara keadilan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Rakyat tetap bekerja, namun sungai tetap jernih, hutan tetap tegak, dan tanah tetap subur.