Dalam perspektif teori ekonomi kelembagaan (institutional perspective) misalnya, yang awalnya diperkenalkan oleh Dauglas North, lalu dipopulerkan oleh Daron Acemoglu dan James Robinson, pembangunan tidak hanya soal SDM, tapi jauh lebih komprehensif dari itu. Menurut mereka, kemajuan suatu bangsa tidak ditentukan semata oleh kualitas manusianya, melainkan oleh sejauh mana negara tersebut memiliki institusi ekonomi dan politik yang inklusif.
Institusi inklusif menciptakan insentif yang “pas” bagi individu untuk bekerja, berinovasi, dan berproduksi. Sebaliknya, institusi ekstraktif jsutru memperkaya segelintir elite dan membuat pembangunan menjadi kehilangan arah. Dalam konteks Sumbar, peran institusi justru kerap diabaikan. Pola kebijakan daerah sering berubah-ubah mengikuti siklus politik, koordinasi lintas sektor lemah, dan birokrasi masih jauh dari efisien. Maka, wajar bila potensi sumber daya manusia yang tinggi tidak bertransformasi menjadi energi ekonomi yang nyata.
Selain itu, pembangunan yang terlalu berfokus pada manusia sering kali mengabaikan peran infrastruktur dan tata ruang ekonomi. Negara-negara yang sukses membangun bukan hanya menyiapkan tenaga kerja berkualitas, tetapi juga memastikan mereka memiliki lingkungan fisik dan kelembagaan yang mendukung produktivitas. Jalan, pelabuhan, kawasan industri, akses logistik, dan ketersediaan energi adalah syarat mutlak agar tenaga kerja terdidik dapat berkontribusi maksimal.
Di Sumbar, keterbatasan infrastruktur dasar seperti transportasi dan jaringan energi masih menjadi hambatan utama dalam mendorong efisiensi ekonomi. Bahkan kawasan industri yang ada belum sepenuhnya terhubung dengan sistem logistik nasional, membuat biaya distribusi menjadi cukup tinggi sementara daya saing justru rendah.
Kita juga bisa belajar dari pengalaman negara-negara maju. Jepang, Korea Selatan, dan Jerman sama-sama memiliki kualitas sumber daya manusia yang luar biasa, namun mereka mencapai itu karena fondasi fisik dan institusionalnya terlebih dahulu diperkuat. Jepang pascaperang dunia kedua membangun sistem industri yang tangguh lewat tata kelola ekonomi yang disiplin dan investasi masif pada infrastruktur. Korea Selatan, dalam tiga dekade, tidak hanya mendidik rakyatnya, tetapi juga membangun ekosistem industri, regulasi investasi, dan institusi riset yang saling menopang.
Bahkan negara-negara Skandinavia yang dikenal unggul dalam pembangunan manusia tidak melupakan pentingnya efisiensi birokrasi, stabilitas hukum, serta infrastruktur publik yang canggih. Semua contoh imi menunjukkan bahwa pembangunan manusia adalah bagian dari sistem, bukan satu-satunya kunci.
 
			









