Peningkatan atensi publik juga harus dipahami sebagai suatu hal positif dalam upaya meningkatkan partisipasi dan kepercayaan publik terhadap sebuah institusi. Hanya menjadi persoalan pembuktian lah bagi aparat negara untuk membuktikan dan menampilkan kinerja terbaiknya kepada masyarakat luas melalu segala saluran yang tersedia.
Idealnya, apabila memang prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik dijalankan dengan sebenar-benarnya oleh sebuah institusi, kontrol masyarakat terhadap jalannya kinerja penyelenggara negara akan kembali aktif dan berjalan. Apalagi dalam institusi tersebut diterapkan sanksi yang tegas bagi setiap pelaku pelanggaran dan penyimpangan. Peningkatan indeks kepercayaan publik hanya akan menjadi sebuah keniscayaan dan terbentuk dengan sendirinya.
Kritikan, masukan, maupun pendapat yang berkembang di tengah masyarakat perlu menjadi perhatian dan dijadikan bahan pertimbangan bagi unsur aparat pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan. Agar tidak berjalan satu arah, pesan-pesan dan informasi pembangunan perlu dititipkan dan disampaikan kepada masyarakat melalui media.
Begitupun dengan kendalanya, sebab, juga di tanah Minang ini jugalah lahir ungkapan, “Dima samak, di situ kito tabeh, ndak ado kusuik nan indak ka salasai.” Inilah keunikan sistem kepemimpinan di Sumatra Barat yag tidak semua daerah punyai, yaitu adalah konsep kepemimpinan Tali Tigo Sapilin yang didalamnya melibatkan unsur niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai yang disebut sebagai Tungku Tigo Sajarangan.
Dalam konsep kepemimpinan tradisional khas Minangkabau itu, ketiga unsur lapisan masyarakat, memiliki peran dan fungsinya yang saling mengisi dan menguatan, Menurut Mas’oed Abiddin (2004) ketiga unsur itu telah memberi warna dan corak yang sangat berpengaruh kepada perkembangan masyarakat Minangkabau.
Dilandasi dan ditutun oleh akhlak sesuai dengan tuntutan ajaran Islam sebagaimana falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah dan syarak mamutuih adat mamakai, nilai-nilai yang terkandung dalam sistem kepemimpinan ini telah menjadi pegangan hidup dalam tatanan masyarakat Minangkabau sejak dahulu kala.
Apabila terjadi kekusutan atau persoalan di masyarakat, ketiga unsur ini akan saling bahu membahu memecahkan masalah dan mencarikan solusinya, Bisa dikatakan bahwa ketiga unsur ini merupakan penjaga keseimbangan kekuasaan bagi masyarakat Minangkabau Tradisional. Akan tetapi, hanya dengan syarat ketiga unsur mengetahui duduk perkara persoalanlah solusi terbaik dapat dicarikan. Nah, di sanalah berjalannya asas keterbukaan informasi publik menjadi penting bagi masyarakat Minangkabau dalam upaya mewujudkan Sumatra Barat sebagai nagari yang baldattun thayyibatun warrabun gaffur. (*)