Pembagian ini akan menjadi pembeda antara suatu alat ukur. Artinya ada alat ukur yang wajib untuk diuji dan disahkan untuk memastikan kebenaran hasil pengukuran, ada alat ukur yang tidak wajib untuk diuji dan disahkan, atau dengan kata lain hanya bersifat sukarela. Pembagian ini kemudian dalam tatanan regulasi, diatur kriteria untuk alat ukur wajib diuji (ditera atau tera ulang) yang dikenal dengan metrologi legal dan alat ukur yang dibebaskan dari tera dan tera ulang.
Dalam aspek kehidupan bernegara, suatu negara paling tidak harus memiliki tiga pilar utama dalam infrastruktur mutu agar bisa melindungi negaranya dari aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan fungsi lingkungan hidup serta peningkatan daya saing di pasar global. Tiga pilar tersebut adalah standarisasi, penilaian kesesuaian dan metrologi (https://www.bsn.go.id/ 21 Juli 2020).
Hadirnya metrologi dalam penentuan mutu infrastruktur suatu negara menjadi alasan yang sangat penting kenapa pengelolaan metrologi ini menjadi suatu keharusan. Artinya fokus pembangunan negara tidak bisa lepas dari keberadaan metrologi sebagai penyokong, dan membangun metrologi yang berdaya berarti membangun infrastruktur yang bermutu.
Sementara itu dalam aspek kehidupan masyarakat, metrologi memegang peran yang sangat penting dalam inovasi ilmiah, perdagangan, industri manufaktur, keselamatan, kesehatan, keamanan dan perlindungan terhadap kepentingan umum.
Aktivitas pengukuran ini sangat penting dalam menjamin kesesuaian suatu produk terhadap standar yang diacu. Khususnya, jaminan bahwa pengukuran yang dilakukan saat memproduksi barang telah sesuai, termasuk bagaimana menguji kesesuaian produknya.
Aktifitas metrologi di Kota Padang khususnya, dan Indonesia pada umumnya, sudah dilaksanakan sejak zaman penjajahan Belanda dengan aturan ordansi tera dan kemudian diratifikasi dengan lahir UU No 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.