Ia nan selalu gelisah bila melihat negerinya risau. Karena, spirit cinta kampung halaman itu pula yang mengarak langkah kakinya untuk meninggalkan ranah yang ia cintai. Karatau madang di hulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, di kampuang paguno balun. Begitu tamat SMAN 2 Padang, ia kuliah. Ia hidup di perantauan dalam cita-cita dan ideologi membangun nagari.
John Kenedy Azis, sepintas namanya mirip Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy. Ia senator cerdas yang kemudian menjadi seorang pemimpin di negara adidaya.
John Kenedy Azis. Namanya memang berbau barat. Tapi ia murni berdarah Minangkabau. Kepiamanannya sangat kental. Di nadinya. Di darahnya. Di jantungnya. Di hatinya. Di jiwanya. Di raganya ! Adalah “di” yang menunjukkan tempat di mana rasa cintanya pada ini negeri, pada ini Ranah Bundo tak terukur. Seperti tak terukurnya isi hati. Debarnya adalah noktah rindu yang selalu berdebar pada “bumiku Minangkabau, langitku Indonesia”, bahkan dia sendiri tidak mau dipanggil Abang atau Uda, dengan sopannya JKA bilang “imbau Ambo Ajo, dek karana Ambo urang Piaman dan Ambo sangaik bangga manjadi urang Piaman”.
John Kenedy Azis, populer dengan akronim JKA berkata : “Nikmat usia itu adalah ketika mana diri kita, pikiran kita, gerakan kita, sikap kita, perbuatan kita, bermanfaat bagi orang banyak dalam harmonisasi alam yang hidup dengan kasih sayang dalam nyanyian nan selaras. Selaras alam!”.
Bila nama JKA terlafas sudah, maka gambaran yang terlukis di ruang massa adalah sosok yang senantiasa penuh kasih dan sayang. Kebahagiaan nan membathin baginya adalah ketika membantu orang banyak dalam jerat kesusahan. Dunia kebahagiaannya adalah memperlapang ruang yang sempit, memberi lancar jalan yang sulit.
“Hakikatnya, diri kita bagaikan pintu. Pintu itu jalan menuju ruang. Kita bagaikan, jendela. Jendela itu seperti; cakrawala. Maksudnya,jangan pernah menempatkan diri menjadi pelatuk perkara, api tempatkan diri menjadi jalan keluar dari sebuah persoalan. Kita adalah solusi, bagi kehidupan. Bukan konflik yang memperkarakan hidup!” ujar JKA dalam filsafat kehidupan.
Ia menekankan, maqom kehidupan. Tujuan hidup. Hakikat hidup, itu hanya satu. Yakni, untuk beribadah. “Jadikanlah tiap langkah kaki kita adalah jalan-jalan menuju kebajikan. Jalan-jalan yang mengarahkan kita pada kehidupan dunia dan akhirat !” ujar JKA nan santun pada yang lebih tua, yang sayang pada yang lebih muda dan yang saling hormat pada yang seusia.