Jika spekulasi publik berkembang dalam menilai ada ambisi politik di balik getolnya pemerintah mempertahankan RKHUP, sementara publik mencium lemahnya peran pemerintah dalam memberdayakan divisi humas yang ada. Maka akhirnya pemerintah akan menjadi kesulitan sendiri dengan jalan pintas yang dipilih telah mengabaikan prinsip efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan informasi publik.
Tidak hanya itu, nomenklatur “kominfo” (komunikasi dan Informasi) yang dikritik masyarakat, tampaknya semakin rasional. Karena nomenklatur tersebut menunjukkan upaya yang lebih mengutamakan keterampilan komunikasi dari pada informasi sebagai esensinya. Hal ini justru berakibat mengapa menjadi marak misinformasi di dunia maya. Oleh karena itu, Kemenkominfo perlu meninjau ulang penggunaan nomenklatur “kominfo”, karena memang lebih tepat menggunakan nomenklatur “infokom”. Mengapa demikian? sebab faktanya, komunikasi yang baik sangat ditentukan oleh informasi yang objektif ilmiah. Memang informasi yang transparan, aktual, tajam, terpercaya dan berimbang, bila dikomunikasikan dapat mengancam anomali oknum pemerintah.
Sehebat apapun influencer bayaran bersilat lidah, pada akhirnya suara mereka yang dibeli pemerintah tidak akan mampu selamanya menutupi suara-suara masyarakat cerdas yang jujur dan tulus. Ketika warganet semakin mengekspos wawasan luas sebagai syarat membanding dan nilai bandingan sebagai parameter kebenaran. Maka pada waktunya, nilai-nilai yang benar dapat teruji. Suatu masa akan tiba kebohongan menjadi runtuh, maka tak ada yang dapat menghentikan batasan ruang dan waktunya yang telah ditentukan keruntuhannya, walau sesaat pun. (*)