Menjadi petugas haji kloter merupakan suatu kesempatan yang patut disyukuri oleh setiap petugas yang dipercaya menjadi petugas haji. Betapa tidak, kesempatan sebagai petugas haji yang dilalui dengan seleksi sangat ketat serta bimbingan teknis (bimtek) selama 10 hari menjadi dambaan setiap aparatur sipil negara (ASN) Kemenag.
Kesempatan sebagai petugas kloter sekaligus dapat melaksanakan ibadah umrah dan haji bersama dengan jamaah .
Peluang inilah membuat setiap mereka yang memiliki kompetensi terus mengikuti seleksi yang pada akhirnya ketentuan Allah SWT juga yang akan berlaku
Namun menjadi petugas haji saat ini sangatlah ditantang dan dituntut kesungguhan, kemampuan, ketelatenan dan kesabaran dalam mengurus jamaah yang lebih dua pertiganya merupakan jamaah lanjut usia (lansia) dan memiliki resiko tinggi ( resti ). Perjalanan haji yang sangat melelahkan, baik penerbangan dari tanah air ke Madinah dengan waktu 8,40 jam dan Makkah dengan waktu tempuh 7-8 jam, serta cuaca sangat panas 42 derajat Celsius membuat jamaah kelelahan. Bahkan ada jamaah sejak dari tanah air memiliki potensi sakit sesampai di Madinah bertambah sakit seperti hipertensi, diabetes, strok, demensia dan lainnya. Semuanya itu harus diperhatikan dan diurus petugas kloter
Kondisi sulit itu, maka petugas harus mencari solusi penanganan seperti pendamping lansia dari jamaah karena memang tahun ini tidak ada pendamping lansia, mencari kursi roda dan jamaah tersesat.
Belum lagi memenuhi keinginan jamaah terhadap layanan akomodasi, transportasi serta konsumsi yang harus disikapi dengan bijak
Tantangan ini menuntut petugas kloter harus mampu mengelolanya dengan melakukan komunikasi, koordinasi dan kolaborasi antara petugas dan sesama jamaah. Malah dalam kondisi tertentu petugas kloter harus maju tampil langsung memberikan bantuan pada jamaah .
Pembinaan jamaah harus dilakukan secara kontinyu melalui petugas kloter dan para tokoh masyarakat yang ada dalam kloter. (*)