HARIANHALUAN.ID – Soal keterbukaan informasi publik (KIP) selama ini masih dianggap kaleng-kaleng bagi badan publik, terutama di organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Sumbar.
Bisa dicek di Komisi Informasi (KI) Sumbar, berapa OPD yang berpredikat informatif, berapa sengketa informasi publik yang termohonnya sekda selaku atasan PPID Utama Pemprov Sumbar, ulah OPD cuek dengan permohonan informasi diajukan publik maupun lembaga swadaya berbadan hukum.
Komisi Informasi (KI) Sumbar dibentuk dan bekerja sejak 4 September 2014, KI Sumbar hari ini adalah periode jabatan ketiga, nama Syamsu Rizal, Adrian Tuswandi, Noval Wiska dan Musfi Yendra jadi Ketua dari lembaga dibentuk berdasarkan UU 14 Tahun 2008.
Sudah periode ketiga, KI Sumbar itu, soal Keterbukaan Informasi Publik (KIP), patut disimak tentang prestasi Pemprov Sumbar, ya pernah informatif, kemudian dua tahun gagal, 2023 kembali informatif yang didasari kepada penilaian KI Pusat Republik Indonesia.
Tahun ini, KI Sumbar akan menabuh monitoring dan evaluasi (monev) KIP terkait ketaatan badan publik pada UU 14 Tahun 2008 dan Perki 1 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Pertanyaannya, sejak 2015 monev digelar pertama oleh KI Sumbar, apakah semua (51) OPD di Pemprov Sumbar telah paham terhadap pentingnya keterbukaan informasi publik dan mempraktekan dalam kerja keseharian OPD itu?, wallahu’alam.
Monev KI Sumbar 2023, masih ada OPD tidak mengembalikan kuisioner yang diberikan KI Sumbar. KI di Periode ke-3 Visinya “Terwujudnya Badan Publik Informatif di Sumatra Barat. 2024 ini jadi monev perdana digelar KI Sumbar periode ketiga dengan projects officer (PO)-nya Komisioner KI Sumbar Bidang Kelembagaan Mona Sisca.
Monev 2024 ini harusnya tidak ada lagi OPD tidak mengisi dan mengembalikan kuisioner, apalagi pada rapat koordinasi (rakor) OPD pada Jumat (19/4/2023) Gubernur Sumbar Mahyeldi tegaskan harus dan harus banyak OPD berbrevet informatif.
Itu artinya, jika ada OPD yang tidak ikut monev KIP dengan cara tidak mengembalikan kuisioner atau mengisi kuisioner bergarah-garah (tidak serius), maka itu pembangkangan terhadap kata harus yang diucapkan Gubernur Mahyeldi. Dan, meski masih pertanyaannya, apakah ada sanksi kedinasan jika OPD tidak mengembalikan, kuisioner Monev KI Sumbar itu?
Saya selaku penulis, yang dikenal otak mengawaki lahirnya Komisi Informasi Sumbar pada 2014 lalu, adalah anggota DPRD Sumbar hingga kini sangat gigih menyuarakannya untuk pengawalan, serta memasifkan keterbukaan informasi publik di jajaran Pemprov Sumbar.
Tidak itu saja, penulis juga sosok yang menginisiasi bersama jurnalis pro keterbukaan membentuk Forum Jurnalis Keterbukaan Publik (FJKIP), kemudian berubah nama menjadi Perkumpulan Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (PJKIP) berbadan hukum.
Selanjutnya PJKIP terbentuk di beberapa kab/kota. Seperti Bukittinggi, Pesisir Selatan, dan Padang Panjang, serta ada lima kota dan kabupaten tahap persiapan pembentukan PJKIP-nya.
Penulis menekankan, memasifkan keterbukaan informasi publik ini, sehingga tidak ada alasan rahasia negara atau rahasia daerah untuk menutup informasi tersebut, selain yang di kecualikan.
Adalah wajar kalau Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi menegaskan semua OPD Pemprov Sumbar wajib mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi publik yang dilaksanakan Komisi Informasi Sumbar.
Adalah salah besar kalau ada OPD tidak ikut monev KIP, kita tahu OPD itu terbuka atau tidak adalah dari Monev KI Sumbar. Ini benar disampaikan Mahyeldi di hadapan Wakil Gubernur, Sekda dan 51 kepala OPD saat rapat koordinasi Pemprov Sumbar di Auditorium Gubernuran.
Penulis selaku Anggota DPRD Sumbar 3 periode berturut-turut sangat mendukung dan ini perlu ditularkan ke kab/kota sampai ke nagari-nagari keterbukaan informasi publik harus menjadi perhatian dan keseriusan semuanya untuk patuh dan taat, karena ini amanat undang-undang. Untuk itu, Komisi Informasi Periode ke-3 ini perlu membuka data kondisi riil OPD di tingkat Pemprov tahun 2023 yang tidak mengembalikan, agar Monev 2024 tidak ada lagi OPD yang tidak patuh dan disiplin mengikutinya.
Bahkan, adanya Peraturan Daerah (Perda) Keterbukaan Informasi Publik, Gubernur Sumbar menurut hemat penulis di Perda itu punya ruang memberi reward dan funishment pada OPD pemprov yang ingkar terhadap keterbukaan informasi publik. (*)
Oleh: Anggota DPRD Sumbar, HM Nurnas