Menarik kembali diulas, bahwa investasi padat modal dan teknologi, namun minim kebutuhan tenaga kerja hanya akan membuat pertumbuhan ekonomi dinikmati kalangan pemodal saja dengan seluruh keuntungan mengalir keluar daerah atau ke kantor pusat pemodal tersebut, sedangkan rakyat hanya akan menjadi penonton dinegerinya sendiri dan semakin memperlebar jurang antara yang miskin dan yang kaya di negeri ini.
Point ketiga yang dibahas adalah koordinasi antar kepala daerah tak berjalan mulus sehingga pembangunan Sumbar menjadi tak terintegrasi. Bang Two Efly melihat dari faktor banyaknya bupati/wali kota yang saat rapat diwakili, sehingga beliau melihat ada sumbatan informasi.
Ini menarik dibahas dan dikaji, pertama apakah iya terjadi sumbatan informasi, sepertinya nyaris tidak, karena ketika gubernur bertemu langsung dengan eksekutor-eksekutor lapangan di kabupaten/kota yang mewakili bupati dan wali kota dalam berbagai rapat, dimana para eksekutor tersebut merupakan pimpinan OPD di kab/kota, maka para eksekutor lapangan ini mendengarkan langsung arahan gubernur tanpa perantara dan disinformasi, sehingga mereka secara tidak sengaja dan tidak disadari menjadi perpanjangan tangan langsung gubernur kepada masyarakat di kabupaten dan kota dalam menjalan program-program pembangunan dan setiap akhir rapat gubernur selalu berpesan, agar mereka melaporkan arahan gubernur tersebut kepada bupati dan walikotanya masing-masing.
Komunikasi efektif malah berjalan dengan baik, kita lihat sebagai contoh, pada tahun 2023 sudah enam kab/kota yang mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen dari semula hanya satu kota. Sebanyakn 11 kab/kota menurun sangat siginifkan dan hanya dua kab/kota yang kemiskinan ekstremnya naik. Di samping itu, puluhan miliar APBD provinsi setiap tahun sejak tahun 2022 dialokasikan dalam bentuk bantuan keuangan kepada kab/kota untuk membantu pembiayaan pembangunan yang menjadi kewenangan dari kabupaten dan kota tersebut, dan ini tentu secara jelas bisa menjadi indikator bahwa komunikasi antara gubernur dengan bupati dan wali kota berjalan sangat baik.
Point keempat, yang disebut adalah terputusnya komunikasi dan sinergis antara ranah dan rantau. Sepertinya ini juga harus mempunyai indikator yang jelas, seperti apakah terputusnya komunikasi yang dimaksud, karena puluhan atau mungkin ratusan pertemuan dilakukan gubernur dengan kelompok-kelompok perantau baik di ranah maupun di rantau, gubernur bahkan menjadikan mudik Lebaran saat para perantau dalam jumlah besar pulang ke kampung halaman sebagai sebuah target keberhasilan pelayanan pemerintah.
Sejak tahun 2022 kondisi mudik Lebaran dipersiapkan sebaik mungkin, berbagai upaya dilakukan untuk kenyamanan perantau pulang ke kampung halamannya. Kita lihat bagaimana upaya membenahi kemacetan horor Padang-Bukittinggi disetiap Lebaran dengan melakukan rekayasa lalulintas, semata-mata agar perantau dapat dengan nyaman menikmati liburan di kampung halaman bertemu sanak keluarga. Dalam kompasiana 20 April 2023 didapat data angka Rp12 triliun uang yang dibawa perantau berputar di Sumatra Barat pada mudik Lebaran tahun 2023.
Kelima, APBD yang kecil karena Growth APBD year on year nyaris tak sampai 10 persen. Di sisi lain inflasi dan perubahan harga tumbuh jauh melampaui itu. Jika kita lihat angka-angka yang ada di APBD Sumbar tahun 2021 dibandingkan tahun 2024, kita mungkin sependapat dengan bang Two Efly, namun mari kita selami data tersebut sehingga memahami apa yang terjadi. Sejak APBD 2022 dana BOS SD dan SMP seluruh kab/kota di Sumatra Barat dengan jumlah mencapai Rp1 triliun, semula anggaran tersebut dicatat dalam APBD Sumatra Barat, walaupun ditranfer langsung oleh pemerintah pusat ke kab/kota.