Namun kemudian terjadi perubahan kebijakan pemerintah pusat, seluruh dana BOS tersebut tidak lagi dicatatkan pada APBD provinsi seluruh Indonesia, namun langsung dicatatkan dalam APBD kab dan kota yang berarti APBD Sumbar di tahun 2022 berkurang sebesar Rp1 triliun. APBD Sumbar tahun 2021 yang semula Rp6,7 triliun, karena berubahnya pencatatan dana BOS SD-SMP ini harusnya di tahun 2022 menjadi Rp5,7 triliun, namun tidak begitu halnya karena pada tahun 2022 terjadi optimalisasi pendapatan baik PAD maupun dana tranfer dari pusat, sehingga APBD Sumbar tahun 2022 mencapai Rp6,55 triliun, tahun 2023 mencapai Rp6,7 triliun dan tahun 2024 mencapai Rp6,8 triliun. Dan seandainya pencatatan dana BOS SD-SMP tersebut tetap pada kebijakan semula, maka berarti APBD Sumbar tumbuh sebesar 14,75%, jauh di atas inflasi Sumbar yang rata-rata di tahun 2023 hanya sebesar 2,47%
Keenam, infrastruktur khususnya jalan dan irigasi minim dan buruk. Dilihat dari kondisi ruas jalan provinsi dan irigasi di sejumlah sentra-sentra pertanian. Ulasan ini memang sedikit banyak ada benarnya, karena luasnya lahan pertanian di Sumatra Barat, walaupun sudah ada kebijakan 10 persen APBD untuk sektor pertanian, harus diakui belum seluruh infrastruktur pertanian dalam kondisi prima, ditambah lagi seringnya bencana terjadi mulai di tahun 2022 dari gempa yang menimpa tiga kabupaten, yaitu Pasaman Barat, Pasaman, dan Agam, yang juga merusak infrastruktur terutama pertanian, sampai kondisi terakhir bulan ini sejak November 2023 sampai saat ini bencana seperti tidak pernah berhenti di Sumbar dan telah merusak sebahagian besar infrastruktur di 19 kabupaten dan kota dan memerlukan waktu, serta anggaran yang besar untuk memulihkannya.
Namun yang mengembirakan adalah meningkatnya nilai tukar petani secara signifikan, dimana data BPS menunjukan pada tahun 2020 nilai tukar petani baru mencapai 100,59, kemudian meningkat cukup signifikan pada tahun 2021 menjadi 107,61 dan terakhir di 2023 mencapai 110,28 dan kondisi ini lebih baik dari rata-rata nilai tukar petani secara nasional hanya 106,61. Kondisi perbaikan ini pastinya ditunjang dengan infrastruktur pertanian yang semakin baik, sehingga dampaknya adalah membaiknya nilai tukar petani. Dan dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan masyarakat, sejak tahun 2021 sampai 2023 telah di bangun 203 km jalan lingkungan, serta 21,7 km drainage di permukiman masyarakat.
Ketujuh, yang disebut oleh abang Two Efly adalah pemilih di Sumbar terlalu terkunci pada hal-hal simbolik religi. Sehingga mereduksi akal sehat publik. Dan abang Two Efly menyebut prinsip dasar dalam memilih pemimpin tentang bibit, bebet dan bobot, nyaris tersungkupi oleh simbolik realigi dan pencitraan dari seorang politisi.
Mengenai ini mungkin harus ada pembanding yang kita lihat dari keberhasilan seorang dalam memimpin, mari kita pakai data BPS Indikator Makro Pembangunan, ayuk kita bandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dengan Gubernurnya Ridwan Kamil yang sangat sering menghias layar media sosial kita, media cetak maupun media elektronik dan seakan-akan menghipnotis kita bahwa Jawa Barat adalah provinsi yang hebat. Mari kita bandingkan Sumatra Barat dengan Jawa Barat. Kita mulai dengan PDRB perkapita, data BPS 2022 (BPS Jawa Barat belum menyediakan data tahun 2023) menunjukan PDRB perkapita Jawa Barat berada pada angka Rp49,03 juta/kapita/tahun dan PDRB Perkapita Sumatra Barat berada pada angka Rp50,26 juta/kapita/tahun, ini menunjukan PDRB Perkapita Sumatra Barat jauh lebih tinggi dari Jawa Barat.
Mari kita pakai Indikator Gini Ratio tahun 2023 untuk melihat ketimpangan yang terjadi, di Jawa Barat angka gini ratio menurut BPS mencapai 0,439 dan di Sumatra Barat hanya 0,280. Ulasannya adalah angka PDRB yang lebih rendah di Jawa Barat dihadapkan dengan ketimpangan yang tinggi, sedangkan angka PDRB Sumbar yang lebih tinggi ketimpangannya lebih rendah atau jauh lebih baik.
Kemudian mari kita lihat data BPS 2023 mengenai tingkat kemiskinan dan miskin ekstrem, di Jawa Barat tingkat kemiskinan mencapai 7,62% dan miskin ekstrem mencapai 0,79%, bandingkan dengan Sumatra Barat dengan tingkat kemiskinan yang berada diangka 5,95% dan miskin ektrem 0,41%. Kondisi ini menunjukan kemiskinan di Sumatra Barat jauh lebih rendah daripada Jawa Barat.