Konsep awal Gramsci tentang hegemoni bahwa suatu kelas memiliki dan menjalankan kekuasaan itu pada kelas-kelas di bawahnya baik dengan kekerasan maupun dengan cara persuasi. Hegemoni tidak dipandang sebagai dominasi kekuasaan namun sebagai dominasi ideologis, sehingga disimpulkan bahwa hegemoni menurut Gramsci adalah kepatuhan secara konsesus karena telah dikuasai oleh ideologi dari kelas yang menghegemoni (Siswati, 2017). Menurut Gramsci, Hegemoni seharusnya menggunakan konsensus dari pihak yag berkuasa kepada kelas-kelas di bawahnya. Terkait fenomena digital banking ini secara di atas kertas terjadi konsensus yaitu persetujuan dari para pensiunan untuk menggunakan digital banking sebagai sarana penarikan uang pensiuan dan pengelolaan transaksinya melalui penandatanganan sebagai tanda persetujuan pada aplikasi pembukaan digital banking itu.
Namun konsesus berupa tandatangan tersebut tidak murni sebagai pernyataan persetujuan yang tulus, ada rasa ketakukan dari para pensiunan itu kalua nanti tidak bisa mengambil uang pensiun mereka. Hal ini sesuai dengan Gramsci yang berbicara tentang hegemoni dengan konsesus yang berkaitan dengan spontanitas secara psikologis dalam menerima aturan. Konsesus bisa terjadi karena beberapa hal yaitu : pertama, adanya rasa ketakutan apabila tidak mematuhinya terutama dengan konsekwensi yang akan dihadapi. Kedua, dikarenakan terbiasa mengikuti dan patuh pada tujuan tertentu. Ketiga, karena kesadaran atau persetujuan. Konsensus yang dimaksud oleh Gramsci pada Teori Hegemoni adalah konsensus dengan persetujuan dan kesadaran. Sedangkan para pensiunan itu menggunakan produk digital banking bukan karena kesadaran mereka atau karena mereka ingin memiliki, tapi karena ketakukan, atau karena patuh.
Bagi para pensiunan keharusan memiliki produk digital ini berlaku untuk semua nasabah termasuk nasabah penerima pensiun, dimana sebenarnya sebagian para pensiunan ini tidak begitu familier dengan produk digital bank. Selanjutnya bank juga mengeluarkan peraturan bahwa penarikan tunai dengan jumlah di bawah batas tertentu dikenakan biaya administrasi, yang berarti secara tidak langsung juga ‘memaksa’ nasabah untuk mengurangi kunjungan mereka ke bank
Di sisi lain, pada beberapa fenomena, bagi para pensiunan, datang ke bank setiap awal bulan adalah suatu hiburan dan darmawisata bagi mereka. Bukan hanya masalah menarik uang tunai nya, namun bertemu dengan teman-teman lama yang hanya bisa ditemui sebulan sekali. Momen antri di bank adalah momen bercerita, bersenda gurau dan canda tawa bagi mereka. Membicarakan kisah lama, anak, cucu, dokter langganan, obat-obatkan, olah raga, arisan, dll. Sepulang dari bank, mereka bercerita di rumah tentang keceriaan hari itu dan tak sabar menunggu bulan depan datang.
Namun akhir-akhir ini aktifitas tersebut sudah tidak ditemui lagi, pensiunan yang datang ke bank berkurang sedikit demi sedikit, uang pensiun bisa ditransaksikan dengan mobile banking dan Qris. Para pensiunan tidak diberi pilihan apakah pensiun diambil tunai atau melalui transaksi digital. Bagi bank ini menguntungkan karena bank lebih efisien dalam hal biaya operasional, perlahan bank bisa mengurangi jumlah pegawai, tidak perlu menyediakan uang tunai, dan biaya-biaya umum lainnya. Dalam hal ini dapat dikatakan bank menciptakan hegemoni untuk kepentingan bank itu namun yang dikemukakan dipublik adalah seolah-olah manfaat yang didapat nasabah. (*)