HARIANHALUAN.ID – Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum (Pemilu) dan pemilihan, merupakan landasan hukum yang dirancang untuk mengatur transparansi dan keterbukaan informasi terkait pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Peraturan ini juga berlaku dalam hal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Saat ini sudah mulai dilakukan tahapan Pilkada Serentak tahun 2024 di Indonesia. Dimana pemilihan akan dilakukan pada tanggal 27 November mendatang.
Peraturan ini disusun berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan sebelumnya, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.
Tujuan utama dari peraturan ini adalah untuk memastikan bahwa informasi terkait penyelenggaraan pemilu tersedia secara terbuka dan dapat diakses oleh publik. Selain itu, peraturan ini juga mengatur mekanisme penyelesaian sengketa informasi pemilu melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi.
Peraturan ini menjelaskan berbagai definisi penting terkait penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, termasuk definisi pemilu, pemilihan, informasi pemilu, penyelenggara pemilu dan lain-lain. Dalam konteks ini, pemilu didefinisikan sebagai proses pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Termasuk juga pemilihan kepada daerah yaitu gubernur, bupati dan wali kota.
Penyelenggara pemilu mencakup Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Semua informasi yang dihasilkan oleh penyelenggara pemilu, baik yang dihasilkan, disimpan, atau dikelola, wajib terbuka untuk publik, kecuali jika informasi tersebut termasuk dalam kategori yang dikecualikan oleh undang-undang.
Asas keterbukaan informasi merupakan salah satu pilar utama dari peraturan ini. Setiap informasi terkait pemilu dan pemilihan dianggap terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, kecuali jika ada alasan hukum untuk tidak mengungkapkannya. Informasi ini harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, dengan biaya yang ringan dan melalui prosedur yang sederhana.
Standar layanan informasi dan prosedur penyelesaian sengketa informasi yang diatur dalam peraturan ini bersifat khusus dan berlaku untuk semua tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang sedang berjalan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kemanfaatan dan nilai guna informasi tersebut bagi masyarakat luas.
Peraturan ini juga menguraikan hak dan kewajiban penyelenggara pemilu dalam menyediakan informasi kepada publik. Penyelenggara memiliki hak untuk menolak memberikan informasi yang dikecualikan atau informasi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan ini.
Namun, mereka juga memiliki kewajiban untuk menetapkan peraturan mengenai standar prosedur operasional layanan informasi pemilu, mengumumkan informasi secara berkala, menyediakan informasi yang diminta dan menghadiri panggilan Komisi Informasi untuk penyelesaian sengketa informasi. Selain itu, penyelenggara juga wajib membuat dan memutakhirkan Daftar Informasi Publik Pemilu (DIP Pemilu) dan menetapkan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pengumuman informasi pemilu yang wajib dilakukan secara berkala mencakup beberapa aspek penting, seperti tahapan, program, jadwal, hak dan kewajiban terkait penyelenggaraan pemilu, hasil setiap tahapan, serta prosedur partisipasi publik dalam pemilu. KPU, Bawaslu dan DKPP masing-masing memiliki kewajiban untuk mengumumkan informasi ini secara terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat. Pengumuman informasi harus dilakukan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Selain itu, penyelenggara juga wajib menyediakan informasi tertentu setiap saat, termasuk daftar informasi khusus pemilu, peraturan, keputusan, kebijakan, serta dokumen pendukung lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu.
Dalam situasi tertentu, penyelenggara pemilu diwajibkan untuk mengumumkan informasi secara serta-merta. Informasi ini termasuk perubahan regulasi yang berhubungan dengan hak seseorang untuk dipilih atau memilih, informasi yang dapat berdampak pada kepentingan publik, serta informasi lain yang dianggap penting untuk segera diketahui oleh masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan keterbukaan dan akuntabilitas informasi terkait pemilu termasuk pilkada, pada Perki Nomor 1 Tahun 2019 ini, diatur mekanisme yang menjadi panduan bagi warga negara untuk mengakses informasi publik seputar pemilu dan pemilihan, serta untuk mengajukan keberatan jika permintaan informasi tidak terpenuhi.
Pasal 10 dari peraturan ini menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil oleh pemohon informasi dalam mengajukan permintaan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di KPU, Bawaslu ataupun DKPP. Pemohon dapat mengajukan permintaan secara tertulis atau tidak tertulis, baik langsung maupun melalui sarana elektronik. Pemohon harus melampirkan fotokopi KTP atau dokumen identitas lainnya.
Pada Pasal 11, diatur prosedur penanganan permintaan informasi setelah diajukan. Petugas informasi diwajibkan mencatat permintaan yang memenuhi syarat dalam buku register layanan informasi pemilu dan pemilihan. Setiap permintaan akan diberikan nomor registrasi dan tanda bukti penerimaan, yang akan diserahkan kepada pemohon baik secara langsung maupun melalui surat elektronik. Dengan sistem registrasi yang ketat ini, setiap permintaan informasi dapat dilacak dan diproses dengan transparansi, sehingga pemohon dapat mengetahui status permintaan mereka.
Terkait waktu respon, Pasal 12 menetapkan bahwa PPID harus memberikan tanggapan terhadap permintaan informasi dalam waktu maksimal tiga hari kerja. Namun, jika informasi yang diminta belum tersedia atau statusnya belum jelas, PPID diberi kesempatan untuk memperpanjang waktu respon hingga dua hari kerja tambahan. Respon ini harus dikirimkan melalui media yang telah disepakati dengan Pemohon, seperti surat elektronik, untuk memastikan kecepatan dalam penyampaian informasi yang diminta.
Jika terjadi penolakan atau tanggapan yang tidak memadai dari PPID, Pasal 13 memberikan hak kepada pemohon untuk mengajukan keberatan. Keberatan ini dapat diajukan jika informasi yang diminta ditolak, tidak disediakan, atau jika tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan permintaan. Selain itu, pemohon juga dapat mengajukan keberatan jika dikenakan biaya yang dianggap tidak wajar. Proses pengajuan keberatan ini harus dilakukan secara tertulis dan dicatat dalam buku register layanan informasi, dengan pemohon menerima tanda bukti sebagai bukti bahwa keberatan mereka telah diajukan.
Pasal 14 menegaskan bahwa atasan PPID harus menanggapi keberatan yang diajukan oleh pemohon dalam waktu paling lama tiga hari kerja. Tanggapan ini merupakan bagian dari upaya untuk menjaga akuntabilitas dalam pengelolaan informasi publik. Seluruh proses mulai dari pengajuan keberatan hingga pemberian tanggapan harus terdokumentasi dengan baik untuk memastikan bahwa hak pemohon terlindungi. Jika pemohon tidak puas, atau maksud informasi yang diingin tidak didapatkan, maka kemudian bisa mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi.
Peraturan ini juga mengatur mekanisme penyelesaian sengketa informasi pemilu melalui dua jalur utama, yaitu mediasi dan ajudikasi nonlitigasi. Mediasi dilakukan dengan bantuan mediator dari Komisi Informasi, sementara ajudikasi nonlitigasi dilakukan di luar pengadilan dan diputuskan oleh Komisi Informasi dengan kekuatan hukum yang setara dengan putusan pengadilan.
Sengketa informasi pemilihan umum dan pemilihan yang selanjutnya disebut sengketa informasi adalah sengketa yang terjadi antara penyelenggara pemilihan umum dan pemilihan dengan pemohon informasi pemilu dan pemilihan melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
Keseluruhan peraturan ini bertujuan untuk mewujudkan pelayanan dan pengelolaan informasi pemilu yang cepat, tepat waktu, dengan biaya yang terjangkau, serta melalui prosedur yang sederhana. Selain itu, peraturan ini juga bertujuan untuk mempercepat penyelesaian sengketa informasi pemilu dan mempermudah mekanisme untuk memperoleh informasi, mengajukan keberatan, serta permohonan penyelesaian sengketa informasi pemilu.
Peraturan ini menjadi landasan yang penting dalam menjamin keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada di Indonesia, yang pada akhirnya bertujuan untuk menjaga integritas dan legitimasi proses demokrasi di tanah air.
Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat mendorong penyelenggaran pilkada, yaitu KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk dapat menjalankan secara maksimal prinsip keterbukaan informasi publik mulai dari semua tahapan hingga hasil akhir pilkada. Selain itu, juga meminta masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif mengawal pelaksanaan Pilkada tahun 2024 ini, terutama dalam keterbukaan informasi publik pihak penyeleggara dalam menjalankan tugasnya.
Pemilu dan pilkada adalah momentum penting dalam negara demokrasi untuk memastikan bahwa kedaulatan sesungguhnya berada di tangan rakyat. (*)
Oleh: Ketua Komisi Informasi Sumbar, Musfi Yendra