Laporan : Mitha/Padang Pariaman
Tanjung Wahana Tano yang berada di Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman, menyediakan kafe wisata alternatif bagi keluarga yang ingin mengisi perut sambil mencicipi wahana hiburan dan berswafoto.
Kafe ini dibangun di daerah berbukit dengan kawasan alam yang asri. Di bawahnya terdapat aliran batang sungai jernih yang didampingi hamparan persawahan milik masyarakat setempat.
Saat Haluan berkunjung, dari sudut kafe wisata, kita dapat menyaksikan jembatan Lubuak Tano yang dibangun pada tahun 2017 oleh pemerintah setempat. Jembatan permanen itu dahulunya sempat populer sebagai tempat nongkrong santai bagi kalangan muda.
Pemilik sekaligus pengelola Tanjung Wahana Tano, Rudi Koto mengatakan, kafe tersebut didirikan pada tahun 2021. Mulanya, ia melihat potensi kunjungan masyarakat yang tinggi dari keramaian jembatan populer tersebut.
“Sejak dibangun ulang, jembatan Lubuak Tano itu ramai kunjungan. Melihat potensi sumber kehidupan seperti sungai dan sawah serta latar jembatan yang ada, maka dibuatlah kafe dengan tambahan arena flying fox,” katanya.
Rudi menyebut, kafe wisata alternatif itu menerima antusias yang tinggi dari masyarakat dan pengunjung. Sejak saat itu, ia mulai mengembangkan dengan memperluas area kafe dan menambah beberapa wahana hiburan lainnya.
Sangat disayangkan, arena flying fox harus ditiadakan karena membutuhkan pengawasan ketat dan biaya perawatan yang tidak sedikit. Namun, hal tersebut tidak memengaruhi tingkat kunjungan.
Menurutnya, saat ini sudah banyak hiburan lain yang disajikan untuk dinikmati para konsumennya yang datang ke kafe. Salah satunya ialah arena kolam renang untuk dewasa serta arena mandi bola untuk anak-anak.
“Pengunjung dapat melakukan berbagai hal dengan fasilitas yang sudah disediakan. Bagi pengunjung yang ingin nyantai sehat dapat mencoba terapi ikan, atau menggunakan alat musik hingga bermain skuter di area kafe yang cukup luas,” paparnya.
Harga untuk setiap wahana hiburan yang disajikan juga sangat terjangkau. Untuk menikmati kolam renang, pengunjung hanya merogoh kocek sebesar Rp15.000, kemudian terapi ikan Rp5000 dan kolam mandi bola Rp5000.
Selain itu, terdapat sejumlah spot foto menarik dengan menonjolkan pemandangan sungai, jembatan dan persawahan sebagai latarnya. Rudi juga menempatkan patung delman, perahu kayu serta booth foto kekinian untuk pengunjung kafe yang ingin mengabadikan pengalamannya selama berada di sana.
Sesuai fungsi utamanya, kafe tersebut menyediakan aneka masakan lokal khas Pariaman hingga luar daerah seperti Jawa dan sajian kekinian khas negara Jepang.
Kisaran harga setiap menu makanan yang tersedia hanya rentang Rp15.000 sampai Rp35.000 per porsi. Nominal ini tidak jauh berbeda dari harga sajian menu kafe dan restoran lain yang ada di Pariaman dan Padang Pariaman.
Menu yang bervariasi juga ini dapat dinikmati sembari menatap keindahan kafe yang didekorasi dengan memasukkan unsur budaya nusantara.
“Untuk dekorasi kafe, kita menggabungkan unsur kebudayaan Nusantara. Ide ini lahir karena kita sering menjelajah.
Tidak semua warga lokal yang bisa berkunjung ke Jogja, Bali atau daerah jauh lain, tetapi mereka bisa berkunjung ke sini untuk menikmati suasananya,” kata Rudi.
Adapun pengunjung kafe, menurut Rudi, biasanya datang dari daerah lokal dan sejumlah daerah di Sumbar seperti Pasaman, Solok, Bukittinggi, Padang Panjang dan yang lebih banyak ialah dari Kota Padang.
Tidak jarang, ia juga menyambut konsumen dari perantau Minang yang sedang liburan saat pulang kampung.
Keuntungan kafe tidak Rudi gunakan untuk kebutuhan pribadi, melainkan untuk membantu nagari.
Disebutkan bahwa Tanjung Wahana Tano hadir bukan sekadar untuk bisnis biasa, tetapi untuk membantu masyarakat sekitar melalui santunan untuk keluarga kurang mampu dan bantuan lain yang berguna untuk nagari.
“Keuntungan dibagi ke nagari dan masyarakat. Kita bersama keluarga ada perjanjian bahwa keuntungan fokus untuk kegiatan sosial, sehingga keluarga tidak boleh mengambilnya untuk biaya hidup sehari-hari dari sini,” ungkap Rudi.
Ia mengatakan, ada dua anak yang sedang diberi beasiswa pendidikan. Bahkan karyawan yang bekerja juga direkrut dari warga lokal yang diberi pelatihan terlebih dahulu.
Rudi pun mengaku membutuhkan dukungan pemerintah untuk menunjang keberadaan kafe agar tetap bertahan untuk jangka waktu yang panjang. Salah satunya, ialah melalui fasilitas sarana dan prasarana penunjang sekitar area kafe.
“Secara moral, pemerintah setempat sangat mendukung dengan mengadakan berbagai kegiatan di sini. Namun, kami berharap pemerintah juga dapat memfasilitasi sarana prasarana jalan dan penerangan sekitar,” katanya.(*)