Tentunya diharapkan para pelaku usaha pariwisata tersebut harus berupaya sungguh-sungguh, agar usaha wisatanya dapat berstandar CHSE dengan sertifikasi yang dimiliki.
Ditambahkannya, pelaksanaan sertifikasi CHSE berbasis SNI ini akan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) yang profesional. Dan pihaknya berharap Dinas Pariwisata kab/kota dapat mendorong para pelaku usaha untuk secara bertahap membenahi usaha wisatanya dan nantinya bisa layak mendapatkan sertifikat CHSE.
“Pendaftaran dan proses sertifikasi CHSE ini gratis sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas tempat usaha pariwisata, agar memenuhi standar pada bidang kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan,” kata Raymon.
Sejak dua tahun Kementerian Parekraf mendorong agar para pelaku usaha pariwisata, seperti hotel, restoran, rumah makan, daya tarik wisata, pondok wisata, tempat penyelenggaraan kegiatan pertemuan, perjalanan insentif, konvensi dan pameran, arung jeram dan lainnya untuk mendaftarkan usahanya agar mendapatkan sertifikasi CHSE.
Sementara itu, Listia, perwakilan lembaga audit CHSE PT TUVRheinland mengatakan, program sertifikasi CHSE merupakan salah satu upaya Kemenparekraf dalam menstimulasi pemulihan perekonomian nasional untuk sektor industri pariwisata dan ekonomi kreatif di tengah situasi pandemi Covid-19.
Listia menyampaikan, TUV Rheinland mendapat kepercayaan dari konsorsium untuk melakukan audit kepada para pelaku usaha dalam rangka sertifikasi CHSE tersebut.
“Sertifikasi CHSE merupakan upaya memastikan usaha pariwisata telah memiliki, menerapkan, memelihara dan meningkatkan prosedur protokol kesehatan di usaha pariwisata,” ujar Listia. (*)