Begitupun sebaliknya, poin penilaian akan otomatis berkurang jika tim Kemenparekraf menemukan ketidak sesuaian antara data isian di website Jadesta dengan kenyataan real di lapangan. Kemungkinan terjadinya situasi ini harus dinihilkan sama sekali.
“Oleh karena itu, keterbatasan Pokdarwis harus disupport oleh pemerintah daerah di segala tingkatan agar segala hal yang perlu dipersiapkan bisa terpenuhi,” jelasnya.
Abdi mencontohkan, salah satu aspek penilaian di tahap 50 besar ADWI ini, adalah ketersediaan aktivitas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Ekonomi Kreatif (Ekraf) di desa wisata.
Untuk memastikan aspek penilaian ini terpenuhi, jajaran Dinas Koperasi dan UMKM baik dari level Provinsi hingga Kabupaten/Kota, harus ambil andil dalam memaksimalkan indikator penilaian ini.
“Begitupun dengan aspek aksesibilitas infrastruktur jalan. Aspek ini tentu tidak mungkin dikerjakan dinas Pariwisata. Dinas PUPR Provinsi maupun Kabupaten Kota harus sigap ambil andil,” jelasnya.
Abdi yang juga menjadi salah satu tim pendamping ADWI Sumbar 2024 ini menegaskan, dukungan pemerintah daerah di segala level pada proses penilaian ini, tidak bisa hanya sekedar Lip Service atau dukungan moril belaka.
Apalagi pada kenyataannya, hampir rata-rata pokdarwis, termasuk pokdarwis di tiga desa wisata nominator 50 besar ADWI Sumbar tahun 2024 ini, mengelola desa wisata secara swadaya tanpa dukungan penganggaran yang memadai.
“Bahkan untuk membangun gerbang desa wisata, Posko Tourism Information Centre atau PIC saja, kadang mereka tidak punya dana. Untuk itu, pemerintah kabupaten harus hadir untuk menggerakkan OPD terkait,” jelas Abdi.