“Pak Dwi, ini Koh Henri yang mau mengalihkan IUP BKPL ke PCN,” kata Dwidjono menirukan Mardani saat mengenalkan dirinya dengan Henri Soetio.
Hasil pertemuan, Dwidjono diinstruksikan Bupati untuk membantu memproses pengalihan IUP yang dimohon Henri Soetio. Namun instruksi pengalihan IUP, menurut Dwidjono, tidak segera dia lakukan karena mengetahui dilarang oleh UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang minerba.
“Makanya itu permohonan saya tahan tidak saya apa apakan selama 1 – 2 bulan. Terus saya bingung saya konsul ke bagian hukum (Ditjen) Minerba, pejabatnya Pak FI waktu itu… Saya tunjukin permohonannya, dijawab: ya sesuai undang-undang itu tidak boleh Pak Dwi,” kata Dwidjono.
Toh Dwidjono akhirnya menyerah dan memproses pengalihan IUP. “Sebenarnya saya sendiri kan sudah tidak mau memproses. Namun kata beliau (Bupati Mardani): Pak Dwi, ini kebijakan. Nanti kalau bersalah dalam penerbitan, itu urusannya TUN (Tata Usaha Negara). Proses saja. Nanti kalau bersalah, nanti saya cabut (SK) nya,” kata Dwidjono menirukan Mardani, sehingga dia pun memproses draf SK pengalihan IUP.
Mardani sendiri saat menjadi saksi pada persidangan 25 April 2022, mengakui telah menandatangani SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011, namun melempar tanggungjawab kepada Kadis ESDM. “Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia (terdakwa Dwidjono) datang membawa SK ke saya,” kata Mardani.
Persidangan dugaan suap pengalihan IUP menjadi heboh pada Jumat 13 Mei 2022 ketika saksi Christian Soetio, yang menjabat Direktur PT PCN dan adik Dirut PT PCN almarhum Henri Soetio mengungkapkan tentang transfer Rp89 miliar dari PT PCN kepada Mardani. Dan beredarlah surat pemanggilan KPK terhadap Mardani pada 24 Mei 2022. (*)