Menurut Arie, terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang tak terlepas dari masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat. Hal ini terlihat dari masih seringnya pengendara menerobos perlintasan sebidang, meski telah berpenjaga dan berpalang pintu.
Ia menambahkan, pengendara di jalan raya seyogyanya harus mendahulukan perjalanan KA. Bagaimanapun, KA tidak dirancang untuk bisa mengerem mendadak. KA paling tidak membutuhkan jarak sekitar 100 meter untuk bisa berhenti secara normal.
Bila dipaksakan berhenti mendadak, maka itu justru akan membahayakan keselamatan perjalanan KA, yang pada gilirannya bisa menimbulkan lebih banyak korban.
Kendati demikian, ia juga tak menampik bahwa keberadaan perlintasan sebidang liar juga ikut menjadi faktor penyebab masih tingginya angka kecelakaan di Sumbar. Berdasarkan data PT KAI, setidaknya ada sekitar 336 perlintasan liar di Sumbar.
“Sosialisasi ini kan sebenarnya hanya seremonial. Untuk upaya konkret di lapangan sendiri sebenarnya sudah banyak kami lakukan. Salah satunya dengan menutup perlintasan liar. Dari 336 perlintasan liar di Sumbar, tahun ini ada sekitar 200-an yang kami tutup. Kemudian dari BTP Sumbar juga ada upaya pemasangan Early Warning System (EWS) di titik-titik perlintasan yang dinilai rawan,” tuturnya. (*)