Suharyono menjelaskan, aparat penegak hukum di Nagari Air Bangis selama ini telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah beraktivitasnya masyarakat di dalam kawasan hutan produksi Air Bangis. Namun sayangnya, upaya persuasif, preventif dan preemptif yang selalu dikedepankan aparat penegak hukum ini, tidak berhasil mencegah terjadinya aktivitas pembukaan lahan perkebunan ilegal di dalam kawasan hutan negara itu.
“Penangkapan dan penahanan dua orang toke dan sopir asal Sumatra Utara itu, adalah upaya penegakan hukum yang terakhir yang terpaksa kami lakukan. Sebab selama ini, cara-cara persuasif, preemptif dan preventif telah gagal memberikan efek jera,” ucapnya.
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan menambahkan, jajaran Polda Sumbar memang sempat mengamankan lima orang sipil yang tertangkap tangan sedang mengangkut tandan buah sawit dari dalam hutan produksi di Nagari Air Bangis.
Namun dalam perjalannya, tiga masyarakat yang sempat ditangkap ini kemudian dilepaskan lagi lantaran penyidik tidak menemukan adanya unsur pidana.
“Jadi hingga saat ini masih ada dua pelaku yang masih menjalani proses hukum. Atas kejadian ini, kami imbau masyarakat untuk mematuhi saja segala aturan dan perundang-undangan bidang kehutanan yang berlaku,” ucapnya.
Mantan Kapolres Sijunjung ini menerangkan, negara melalui pemerintah daerah sejatinya telah memiliki solusi alternatif untuk memfasilitasi masyarakat mengelola dan memanfaatkan lahan yang berada di dalam kawasan hutan.
Dijelaskannya, solusi alternatif itu bisa dilakukan melalui skema program Perhutanan Sosial (PS) yang saat ini juga tengah digencarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat.