Poster itu bertuliskan. “Where We Go IF Police Murders?” Kata sederhana dalam bahasa inggris itu, agaknya sangat mewakili perasaan Anggun dan Afrinaldi. Sepasang orang tua yang kehilangan buah hatinya.
Kepada Haluan, Anggun bercerita, sejak jasad Afif ditemukan mengambang di bawah jembatan Sungai Kuranji, sampai kini belum ada satu pun pihak kepolisian yang datang ke rumah.
“Hasil otopsi Afif sudah kita coba mintakan. Tapi kata polisi itu belum selesai. Kertasnya pada bagian penyebab kematian pun, masih dikosongkan pihak Rumah sakit Bhayangkara dan Polisi, ucap Anggun mengawali perbincangan.
Suara Anggun saat itu, terdengar begitu lemah. Namun nada suaranya, mendadak menjadi tinggi disaat awak media bertanya harapan apa yang ingin ia sampaikan kepada petinggi jajaran Korps Kepolisian negeri ini ?,
Mantap Anggun menjawab. “Harapan saya oknum yang menganiaya anak saya dihukum mati dan dipecat. Kapolda Sumbar dan Kapolri harus menuntaskan kasus Afif Maulana secara transparan. Oknum Polisi yang membunuh dan menyiksa anak saya harus dipecat,” tegasnya.
Mata Anggun kembali berlinang, dengan suara serak ia melanjutkan, bagi dirinya, afif yang masih berusia 13 tahun, masihlah begitu kecil. Dia tidak habis pikir, kenapa ada manusia yang tega menyiksa dan membunuh sesamanya.
“Afif itu masih kecil loh, masih tiga belas tahun. Saya tidak terima dia disiksa sampai mati. Bahkan kata kawan-kawannya, Afif itu telah memohon-mohon berulangkali agar jangan disiksa. Tapi oknum-oknum disana masih tetap memukulinya,” ratap Anggun yang kini telah kehilangan putra tersayangnya.