Bagi Anggun selaku wanita yang melahirkan dan merawat Afif sejak masih bayi, tidak ada hukuman yang lebih pantas untuk dijatuhkan kepada oknum polisi penyiksa dan pembunuh keji. Selain hukuman mati, atau Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH).
“Pelakunya harus dihukum mati atau dipecat. Itu satu-satunya harapan kami kepada Bapak Kapolda Sumbar maupun Kapolri Listyo Sigit Prabowo,” ucap Anggun.
Harapan serupa, disampaikan Ayah Afif Maulana yakninya Afrinaldi, lelaki berusia 36 tahun ini, hanya punya satu pertanyaan besar. Kenapa ada orang yang begitu tega menyiksa dan membunuh anaknya?.
Mata Afrinaldi pun seketika berkaca-kaca saat mengingat momen-momen terakhir dirinya berinteraksi dengan Afif Maulana. Seingat Afrinaldi , pada sore sebelum malam naas itu, Afif sempat izin kepada dirinya untuk pergi bermain ke rumah sang nenek di daerah Cengkeh.
Sekitar jam 8 malam, Afif masih sempat mengabari sang ayah via telfon. Memberitahukan bahwa dia sedang berada dirumah sang Nenek di daerah Cengkeh. Komunikasi terakhir pun, terjadi sekitar jam 11 malam.
Saat itu, Afif bahkan sempat Video Call dengan sang ayah untuk memberitahukan bahwa pada malam itu, sepertinya dirinya akan pulang kemalaman. Sebab saat itu, Afif hendak pergi menonton gelaran Euro 2024 pada pukul 2 pagi bersama rekan-rekannya.
“Saya bilang jangan pulang nak, nanti kena begal, tidur saja di Cengkeh. Terus Afif mengirim video dia lagi masak Mie sama teman-temannya. Tidak lama setelahnya, dia bilang, kalau ketiduran nanti Afif tidur disini saja Pa,” ucap Afrinaldi menirukan perkataan anaknya.