“Kami katakan, kami akan tetap mencari Second Oponion untuk memastikan situasi ini, karena kami ingin tahu secara jelas dan independen apa yang terjadi dengan Afif Maulana sebenarnya,” tegasnya.
Menurut Indira, pada forum pengawasan yang melibatkan eksternal Polri lalu, Kapolda Sumbar memang telah mengakui bahwa ada anggotanya yang melakukan pelanggaran dalam operasi pencegahan tawuran saat itu.
Meski oknum polisi yang melanggar tersebut telah diproses oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam), namun Indira mendorong agar proses pidana bagi oknum polisi yang terbukti melakukan penyiksaan, juga harus berlanjut.
“Proses di Reskrim terhadap dugaan kejahatan terhadap anak-anak maupun dugaan kekerasan seksualnya harus tetap jalan. Selain memastikan keadilan bagi Afif, kami juga akan memastikan keadilan bagi anak-anak dan dewasa lainnya yang mendapatkan siksaan pada malam itu,” tegasnya lagi.
Menurut Indira, untuk membuat terang kasus ini pihaknya telah menyurati Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) untuk segera turun melindungi seluruh anak serta saksi korban. Kasus ini, tegas dia, tergolong pelanggaran HAM berat.
Sejauh ini, kata Indira, pihaknya telah meminta keterangan dari sejumlah orang anak yang ikut menjadi korban penyiksaan oleh oknum polisi pada malam naas itu. Namun ia akui, upaya itu cukup sulit karena seluruh korban sudah diancam setelah disiksa
“Setelah disiksa, mereka memang diancam polisi. Bunyinya, kalau ini viral awas kalian, akan kami proses, dan itu pasti membuat anak-anak takut dan membuat mereka dalam posisi bingung,” ungkap Indira.