JAKARTA, HARIANHALUAN.ID – Anggota Komisi XII dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nevi Zuairina, menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait keselamatan operasional, tanggung jawab sosial perusahaan, dan arah kebijakan transisi energi nasional. Hal itu disampaikannya dalam rangkaian Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII DPR RI ke wilayah kerja PT Pertamina baru baru ini.
Kunjungan tersebut mencakup dua lokasi strategis, yakni Refinery Unit VI Balongan, Indramayu, serta wilayah operasi PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di Cirebon.
Politisi asal Sumatera Barat II ini memulai kunjungannya dengan memberikan apresiasi atas capaian RU VI Balongan dalam menghasilkan produk bahan bakar berkualitas tinggi dan lebih ramah lingkungan, seperti Pertamax RON 92 dan Diesel Euro 5. Menurutnya, keberhasilan ini merupakan kontribusi nyata dalam mendukung target energi bersih nasional.
Namun demikian, Nevi menegaskan bahwa capaian tersebut tidak boleh menutupi persoalan mendasar yang masih membayangi kegiatan operasional kilang, khususnya terkait aspek keselamatan dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar.
“Kilang ini sudah mengalami beberapa kali insiden kebakaran dan ledakan dalam beberapa tahun terakhir. Ini tidak bisa lagi dianggap sebagai hal yang wajar. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap penerapan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), termasuk rencana relokasi warga yang tinggal di sekitar kawasan kilang. Ini adalah isu keselamatan nasional,” ujar Nevi dengan tegas.
Lebih lanjut, Nevi menyoroti perlunya ketegasan arah dalam transisi energi nasional. Dalam dialog bersama manajemen Pertamina, ia mempertanyakan perkembangan proyek-proyek energi baru seperti Sustainable Aviation Fuel (SAF) dan teknologi hidrogen yang tengah dirintis oleh perusahaan energi plat merah tersebut.
“Kami tidak ingin transisi energi ini hanya menjadi jargon. Kami ingin tahu sejauh mana keterlibatan investor, bagaimana tantangan teknologi di lapangan, dan sejauh mana dukungan regulasi dari Kementerian ESDM dalam mewujudkan SAF dan hidrogen sebagai alternatif nyata,” jelas Nevi.
Dalam pertemuan terpisah dengan manajemen PHE ONWJ di Cirebon, Nevi juga mengangkat isu penurunan produksi migas dari lapangan-lapangan tua yang saat ini masih menjadi tulang punggung produksi. Ia mendorong Pertamina untuk memperkuat strategi peningkatan produksi melalui teknologi terkini, serta memperketat langkah-langkah mitigasi terhadap risiko tumpahan minyak dan emisi karbon. “Kami ingin memastikan bahwa keberlanjutan operasi migas tetap menjaga keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan tanggung jawab terhadap lingkungan hidup dan keselamatan kerja,” tambahnya.
Nevi juga menekankan pentingnya peninjauan ulang terhadap seluruh kilang minyak di Indonesia, tidak hanya dari sisi teknis operasional, tetapi juga dari perspektif tata ruang dan perizinan pemukiman di sekitar area berisiko tinggi. “Energi kita harus berdaulat, tapi juga harus berkeadilan. Berkeadilan bagi masyarakat, dan berkeadilan bagi lingkungan,” pungkasnya.
Kunjungan kerja ini diharapkan tidak hanya menjadi forum dialog antara legislatif dan perusahaan energi negara, tetapi juga momentum untuk memperkuat komitmen dalam menjalankan transformasi energi nasional secara berkelanjutan, aman, dan inklusif. (*)