Padahal, semestinya setiap kader perempuan yang diusung oleh partai harus berdasarkan kapasitas, kemampuan serta potensi diri yang dimilikinya masing-masing. “Meski demikian seharusnya mereka yang duduk di parlemen itu adalah mereka yang bisa membawa aspirasi semua golongan, baik perempuan maupun laki-laki. Apalagi tidak ada jaminan bahwa Caleg perempuan akan otomatis memperjuangkan aspirasi perempuan,” jelasnya.
Jangan Jadikan ‘Jualan’ Politik
Ketua Umum KOHATI Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumbar, Ghita Ramadhayanti, meminta partai politik tidak menghalalkan segala cara untuk memenuhi persyaratan administrasi 30 persen keterwakilan perempuan pada pencalegan Pemilu 2024 mendatang.
Ghita menyebut, daripada merekrut Caleg perempuan secara serampangan demi melengkapi persyaratan administrasi 30 persen keterwakilan perempuan, partai politik sebaiknya mulai mempersiapkan sekolah kader perempuan sejak dini.
“Agar caleg perempuan terpilih benar-benar bermartabat dan berkapasitas, Parpol harus mulai menyiapkan sekolah kader perempuan jauh sebelum dimulainya tahapan Pemilu,” ujarnya kepada Haluan Selasa (30/5).
Ghita menilai, kebanyakan Parpol yang ada saat ini, masih terkesan memaknai kuota 30 persen keterwakilan perempuan hanya sebagai persyaratan administratif yang harus dipenuhi agar bisa lolos verifikasi saja. Akibatnya, ketika tahapan penjaringan Caleg dibuka, Parpol hanya berlomba-lomba merekrut sebanyak-banyaknya Caleg perempuan tanpa memperhatikan kapasitas dan kapabilitas diri Caleg bersangkutan.
“Fenomena ini juga menjelaskan kenapa banyak Caleg perempuan yang tiba-tiba muncul lalu menghilang . Penyebabnya, ya karena bagi partai, hanya harus ada Caleg perempuan saja,” jelasnya.