“Alhamdulillah. Terima kasih untuk semua pihak yang telah mendukung dan mendoakan perjuangan ini. Saya akan segera kembali ke Indonesia untuk menyiapkan langkah-langkah dalam menghadapi PSU yang diperintahkan MK,” kata Irman.
Terkait dengan perintah MK agar Irman Gusman mengumumkan secara jujur dan terbuka tentang jati dirinya, termasuk bahwa ia pernah menjadi terpidana, Ketua Badan Pembina Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau ini, menyatakan kesiapannya. Apalagi, selama ini, dirinya dan tim Irman Gusman Centre, sudah menjelaskan ke publik tentang status hukumnya, baik secara lisan maupun tertulis melalui buku dan pengumuman lainnya.
Irman pada 20 Februari 2017 lalu divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor senilai Rp100 juta. Tak terima dengan putusan itu, Irman mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Pada September 2019, MA menerima PK Irman Gusman dan mengurangi hukumannya menjadi tiga tahun penjara. Pasal yang dijatuhkan dalam Pengadilan Tipikor sebelumnya, juga dikoreksi oleh hakim MA.
Menurut mantan hakim agung Gayus Lumbuun, kasus tindak gratifikasi Rp100 juta yang menjerat Irman pada 2016, bukan inti dari kasus tindak pidana korupsi atau tipikor sebenarnya. Tindakan tipikor yang sebetulnya ialah pencurian uang negara (APBN) oleh seseorang untuk kepentingannya atau kelompok tertentu. Sedang kasus Irman, tidak demikian halnya.
Bahkan, dalam kasus impor gula Perum Bulog itu, Irman Gusman tidak diberikan kesempatan untuk mengembalikan uang Rp100 juta yang dimaksud dalam perkara. Padahal, merujuk Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, memberikan kesempatan untuk mengembalikan uang yang dimaksud. (*)