“Namun, PSU ini merugikan kami, karena kami tidak diperbolehkan berkampanye. Hal ini merugikan seluruh peserta pemilu DPD sebelum adanya PSU ini. Lalu tiba-tiba, masuk lagi orang yang sebelumnya tidak terdaftar dan kemudian ikut dalam kontestasi pemilihan,” katanya.
Selain itu, Emma juga menyoroti minimnya sosialisasi PSU yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yakni KPU. Dengan anggaran PSU ini, KPU harusnya bisa lebih maksimal lagi melakukan sosialisasi terhadap pelaksanaan PSU DPD Sumbar.
“Bahkan, hingga hari pencoblosan masih ada masyarakat yang tidak mendapatkan undangan untuk mengikuti PSU DPD RI. Anggaran sebanyak itu jika digunakan untuk pos pendidikan dan kesehatan serta infrastruktur,” katanya.
Kemudian, sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Sumbar tidak menyeluruh dan kurang optimal dengan hanya memberikan surat undangan serta kertas spesimen daftar calon anggota DPD RI.
“Okelah sosialisasi dilakukan juga di media massa dan media sosial. Namun bagaimana dengan masyarakat yang belum mempunyai perangkat seluler dan jaringan telekomunikasi mumpuni, terutama di kawasan pinggiran dan pedesaan. Mereka banyak bertanya, PSU itu apa, lalu siapa yang di PSU-kan, kenapa diadakan PSU segala macam. Hal seperti ini luput oleh penyelenggara pemilu. Ini yang kami sayangkan,” katanya.
Meski PSU DPD RI Dapil Sumbar sudah terlaksana dengan hasil sementara membuat Emma terlempar dari empat teratas, ia mengaku tidak akan melakukan langkah atau upaya pembelaan apapun.