Warga Mandiangin ini juga mengaku tidak pernah mengenal Novil Anoverta dan Frisdoreja. Apalagi memberikan dukungan politik dengan menyerahkan KTP agar kedua orang ini bisa maju menjadi Calon Walikota (Cawako) Bukittinggi dari jalur independen perseorangan.
“Jangankan memberikan dukungan, nama kedua orang itu saja saya baru dengar. Saya tidak pernah didatangi satu orang pun timses, menyerahkan KTP atau sebagainya,”jelasnya.
Munawarah mengaku, dirinya sempat mencoba membatalkan dukungan itu lewat mekanisme yang juga tersedia di situs resmi KPU. Namun begitu, prosedur pembatalan dukungan sungguh ribet dan rumit.
“Untuk membatalkan harus unggah foto selfie dan banyak sekali dokumen. Ini kan aneh, NIK tiba-tiba saja bisa dicuri dan diklaim. Sementara pembatalannya sulit dan ribet. Ini jelas pencurian data dan pembajakan terhadap demokrasi,” pungkasnya.
Kasus pencurian data pribadi demi kepentingan politik Pilkada 2024 seperti ini, juga dilaporkan terjadi di DKI Jakarta. Warga Ibukota Protes, NIK mereka tiba-tiba terdaftar sebagai pendukung Kandidat Paslon Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Independen atas nama Dharma Pongrekun dan Kun Wardana. (*)