“Namun kenyataanya KPU tidak bisa menunjukkan data dukungan KTP mana saja yang TMS atau tidak . Apalagi alasannya. Kami selaku kandidat perseorangan saja tidak bisa mengakses data itu,” ucapnya menjelaskan begitu tidak jelasnya aturan main bertarung lewat jalur independen.
Ferizal Ridwan menyatakan hal ini sangat merugikan Bapaslon kandidat jalur independen perseorangan. Sebagai perbandingan, kata dia, pada Pilbup 2020 lalu, dirinya juga mencoba peruntungan lewat jalur non partai.Saat itu, dirinya maju bersama dengan tokoh aktivis tani yang soliditas dukungan massa akar rumputnya tidak lagi perlu diragukan Nurkhalis Kanti.
Pasangan Ferizal Ridwan-Nurkhalis (FN) saat itu, berhasil dinyatakan lolos hanya dengan 24 ribu lebih dukungan KTP sah.
“Sementara pada Pilkada 2024 ini, jumlah dukungan yang kita masukkan itu sebanyak 137,309. Dengan adanya aturan yang dibatasi oleh 50 ayat 4 itu. Maka kemudian kita dinyatakan lolos sebanyak 54 ribu dukungan pada Verfak kedua,” ucapnya lagi.
Disamping persoalan teknis Verfak dan Vermin, Ferizal juga merasa KPU tidak punya sumber daya manusia yang cukup untuk melaksanakan tugasnya melakukan verifikasi faktual persyaratan dukungan ke lapangan.
Saat ini, ungkapnya, para petugas KPU hanya diberikan upah sebesar Rp 100 ribu per 15 lembar form lembaran kerja verifikasi. Rendahnya honor, akhirnya membuat petugas verifikasi KPU bekerja asal-asalan.
“Dengan upah atau honor sebanyak itu kerja-kerja KPU tidak maksimal. Masukan perubahan untuk hak konsstitusi dan demokrasi ini, akan tetap kita perjuangkan dengan mengajukan gugatan Ke Bawaslu dan mengajukan Judisial Review (JR) ke Mahkamah Agung atas Pasal 50 ayat 4 PKPU nomor 8 tahun 2024,” ucapnya.