Dengan ditunjuknya Lapas Bukittinggi sebagai percontohan layanan disabilitas tahun ini, maka kamar-kamar yang ada di blok hunian akan dipisah untuk orang-orang disabilitas dan kamar tersebut nantinya akan dilengkapi dengan fasilitas disabilitas.
“Kita memastikan kamar disabilitas ini nantinya bisa dalam kondisi baik. Nantinya juga terdapat beragam fasilitas yang mendukung pemenuhan hak-hak para warga binaan disabilitas,” ucap Marten.
Tidak hanya sebagai lapas percontohan, imbuh Marten, pada 2022 lalu Lapas Kelas II A Bukitinggi juga berhasil memberikan pelatihan kemandirian bagi warga binaan. Beberapa pelatihan kemandirian itu, seperti pelatihan bercocok tanam bawang dan beternak. Dari pelatihan itu telah memberikan hasil bagi negara berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp21,6 juta per tahun.
Selain itu, Lapas Kelas II A Bukittinggi juga berhasil melakukan kolaborasi dengan ponpes untuk kegiatan keagaamaan. Dari hasil kolaborasi itu, Lapas Bukittinggi sudah berhasil mengadakan tahfiz untuk beberapa warga binaan.
Menurutnya, jajaran Lapas Kelas II A Bukittinggi akan terus meningkatkan pelayanan kepada para warga binaan. Sebagai lapas percontohan di Indonesia, pihaknya akan terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi semua warga binaan yang ada, termasuk nantinya warga binaan disabilitas.
“Sesuai jargon Lapas Kelas II A Bukittinggi yakni Melayani Masyarakat Secara Pasti. Dalam hal ini, warga binaan atau tahanan di lapas ini mereka harus mendapatkan suatu kepastian. Kapan mereka mendapatkan remisi, kapan mereka bebas, kapan mereka mendapatkan kunjungan dan apa yang menjadi hak mereka,” tutur Marten.
Ia menambahkan, saat ini warga binaan di Lapas Kelas II A Bukittinggi berjumlah 614 orang. Dari jumlah itu, 78 persen di antaranya terlibat kasus pemakaian narkotika. Menurutnya, pemakai narkotika ini tidak harus masuk lapas, namun harus masuk rumah rehabilitasi. (*)