PADANG, HALUAN — Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) menerima 234 laporan pengaduan maladministrasi terkait pelayanan publik sepanjang 2021 berjalan. Jumlah laporan bisa jadi lebih “mekar” karena diduga sebagian instansi dengan pengaduan yang sedikit, memang tidak menyediakan fasilitas penampung masukan.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Meilisa Fitri Harahap mengatakan, hingga 6 Desember 2021 sudah 188 laporan yang diproses pihaknya hingga tahap pemeriksaan. Sementara itu, laporan yang tidak dilanjutkan penanganannya atau ditutup pada tahap penerimaan verifikasi laporan (PVL), tercatat sebanyak 49 laporan.
“Tidak dilanjutkan prosesnya ini karena pelapor tidak melengkapi syarat formil. Selain itu, dari 188 laporan yang diproses, ada 127 laporan yang ditutup setelah pemeriksaan selesai dilakukan,” kata Meilisa saat agenda Evaluasi Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik 2021 Ombudsman RI di Hotel Santika Premiere Padang, Jumat (10/12).
Meilisa menyebutkan, hingga triwulan III 2021, klasifikasi maladministrasi yang paling banyak diterima oleh Ombudsman Sumbar adalah pengaduan terkait lembaga pemerintahan/instansi yang tidak memberikan pelayanan, dengan jumlah pengaduan sebanyak 68 laporan.
“Laporan yang kami terima ini seperti pengaduan dari masyarakat yang melakukan permohonan pelayanan, tapi tidak direspons atau tidak ada tindak lanjut dari instansi terkait,” ucapnya.
Klasifikasi kedua, sambungnya, adalah pengaduan terkait penyimpangan prosedur dengan total 35 laporan. Selanjutnya yang ketiga, adalah pengaduan terkait penundaan pelayanan yang berlarut dengan total 29 laporan. Kemudian yang keempat, pengaduan terkait adanya permintaan sejumlah uang dengan total 5 laporan.
Ada pun secara substansi pengaduan, sambung Meilisa lagi, yang paling banyak adalah pengaduan masalah agraria atau pertanahan sebanyak 27 laporan; diikuti masalah kepegawaian/calon ASN sebanyak 22 laporan; perangkat pemerintahan di desa, nagari, dan kelurahan sebanyak 20 laporan; seputar pendidikan 18 laporan.
Selanjutnya, kepolisian dan kesehatan masing-masing 9 laporan; hak sipil 6 laporan, kesejahteraan 5 laporan; perbankan, energi, dan sumber daya masing-masing 4 laporan; perhubungan 3 laporan; ketenagakerjaan 2 laporan; perdagangan, perdilan, dan kejaksaan masing-masing 1 laporan; serta beberapa laporan pengaduan lainnya.
“Pengaduan terkait agraria atau pertanahan tersebar di berbagai daerah, tapi yang terbanyak tetap di Kota Padang. Sebab di Kota Padang masih banyak masalah sengketa tanah. Ada pun pengaduan yang juga cukup banyak tahun ini adalah seputar masalah di perdesaan, yaitu terkait kinerja perangkat nagari, yang diduga ada penyebab faktor politik di dalamnya,” ucap Meilisa.
Meilisa menekankan, sedikitnya pengaduan pada suatu lembaga pemerintahan/instansi belum tentu mencerminkan bahwa layanan publik di lembaga tersebut sudah bagus. Sebab, bisa jadi sedikitnya pengaduan disebabkan tidak tersedianya sarana untuk menyampaikan masukan dan kurangnya partisipasi publik di lembaga tersebut.
“Ini pekerjaan rumah besar bagi kita, dan butuh peran bersama karena yang menjadi pengawas eksternal selain Ombudsman adalah masyarakat. Tidak cukup hanya penyelenggara saja, tapi semua harus berkolaborasi,” ucapnya.
Sementara itu di tempat yang sama, Ketua Ombudsman RI M. Najih, didampingi Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Yefni Heriyani mengatakan, diperlukan partisipasi dan dukungan seluruh pihak untuk mengantisipasi terjadinya praktik maladministrasi alias perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik.
“Sebab maladministrasi ini akan memicu risiko korupsi. Oleh karenanya kehadiran dunsanak Ombudsman dalam menjalankan peran akan memberi penguatan sehingga pelayanan yang optimal dapat terwujud,” tutur M. Najih.
Instansi Diperingkatkan
Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi menyebutkan, tahun ini Ombudsman Sumbar telah menetapkan standar kepatuhan pelayanan pada 19 kabupaten dan kota plus 1 provinsi, serta pada instansi vertikal kementrian dan lembaga di Sumbar.
Dalam menjalankan peran sebagai pelayanan publik dan dalam rangka peningkatan pelayanan publik, Ombudsman akan melakukan review atas penilaian kepatuhan lembaga pemerintahan dan instansi tersebut, yang nanti akan diumumkan secara resmi pada 15 Desember 2021.
“Seperti biasa, pada akhir tahun kita akan melaporkan dua hal. Pertama, terkait angka pengaduan yang masuk ke Ombudsman. Kedua, penilaian atas instasi/lembaga pemerintahan. Apakah nanti ada yang dapat rapor merah, kuning, atau hijau. Apakah ada yang mempertahankan nilai rapor seperti tahun lalu, atau malah ada yang turun,” ucapnya.
Adel juga menyampaikan, bahwa terdapat beberapa tahapan yang dilakukan unit layanan publik, untuk sampai kepada peningkatan layanan publik. Tahap pertama, penyusunan standar layanan, yang menurutnya mesti dilakukan bersama masyarakat sebagai pengguna layanan.
“Temuan Ombudsman selama ini, masih ada yang standarnya berjalan begitu saja atau seenak hatinya saja. Dalam arti, tetap melayani, tapi tidak terukur,” ucap Adel lagi.
Ia menambahkan, juga masih ada instansi atau lembaga pemerintahan yang standar pelayanannya tidak tersedia. Selain itu, ada yang memiliki standar, tetapi dibuat dengan tidak melibatkan masyarakat. “Tahapan kedua yang diperlukan adalah penetapan standar layanan, dan tahapan ketiga adalah mengiplementasikan standar layanan,” ujarnya. (h/yes)