PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) menargetkan seluruh Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang ada di 19 kabupaten/kota, termasuk TPA Regional, kedepannya bisa dikonversi atau ditingkatkan fungsinya menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, Tasliatul Fuadi mengatakan, upaya untuk mewujudkan hal itu merupakan salah satu hal krusial yang tercantum dalam rencana induk persampahan Sumbar, yang saat ini tengah disusun bersama dengan tim teknis Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
“Arahnya adalah bagaimana kita akan membuat TPST, sehingga seluruh TPA nantinya bisa ditingkatkan fungsinya menjadi TPST,” ujarnya kepada Haluan, Rabu (19/2/2025).
Fuadi mengungkapkan bahwa hingga 2025, baseline persentase timbulan sampah terolah di fasilitas pengolahan sampah yang ada di Sumbar baru berada pada angka 11 persen. Sesuai sasaran pokok RPJMD, angka itu ditargetkan meningkat menjadi 30 persen pada tahun 2030 mendatang.
“Untuk mencapai ke arah sana, tentu perlu ada langkah pengurangan sampah dari hulu. Dengan kata lain, bagaimana mengupayakan agar langkah-langkah pemilihan sampah plastik dan organik bisa dilakukan sejak level rumah tangga,” ucapnya.
Data DLH Sumbar menunjukkan, total angka timbulan sampah Sumbar sepanjang tahun 2024 lalu mencapai angka 875, 143 ton. Volume sampah terbesar disumbang oleh Kota Padang yang memproduksi hingga 240,921 ton sampah.
Berdasarkan komposisi, sumber sampah terbesar disumbang oleh rumah tangga (65,3 persen), pasar (15,37 persen), fasilitas publik (7,17 persen), perkantoran (3,95 persen), perniagaan (3,18 persen), kawasan (2,24 persen) dan sumber sampah lain (2,79 persen).
Sementara berdasarkan jenis, sampah sisa makanan mendominasi dengan persentase tertinggi, yakni mencapai 45,32 persen. Kemudian, plastik (18,71 persen), kertas dan karton (12,68 persen), kayu dan ranting (8,08 persen), logam (3,21 persen), dan kategori lain (7,18 persen). Lalu, kaca, karet/kulit, dan kain masingmasing memiliki persen tase yang relatif kecil, yaitu 1,96 persen, 1,36 persen, dan 1,5 persen.
“Oleh karena itu, sosialisasi dan gerakan pemilahan sampah dari level rumah tangga harus mulai dilakukan dari sekarang. Sebab jika tidak, sampah yang nantinya akan masuk ke TPST pun adalah sampah basah yang tercampur dengan plastik sehingga menyulitkan mesin dan membutuhkan banyak tenaga kerja untuk melakukan pemilahan sampah di TPST,” ujarnya.
Fuadi meyakini, kunci penyelesaian persoalan sampah Sumbar terletak pada upaya pengurangan dan pemilahan sampah sejak dari sumber. Hal itu, juga mendasari lahirnya Program Sumbar Bersih Sampah Terpadu (Bersatu) yang telah dicanangkan.
Melalui Program Sumbar Bersatu, DLH Sumbar mendorong setiap nagari atau kelurahan di Sumbar membangun satu unit Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, & Recycle (TPS3R).
“Kami juga mendorong perangkat nagari merumuskan regulasi peraturan nagari (perna) atau peraturan desa (perdes) pengelolaan sampah dan juga pembentukan Lembaga Pengolahan Sampah (LPS) di tingkat nagari/desa,” tuturnya.
Di sisi lain, ia mengakui hingga kini baru ada satu daerah di Sumbar yang telah memiliki TPST, yaitu Kota Bukittinggi, yang telah mendapatkan hibah pembangunan TPST sebesar Rp11 miliar dari Pemprov Sumbar pada tahun 2024 lalu.
Meskipun masih belum beroperasi karena masih ada beberapa komponen yang perlu diperbaiki, namun TPST berkapasitas 50 ton per hari itu ditargetkan akan segera beroperasi tahun ini.
“Dalam waktu dekat, Kota Padang sebagai daerah penghasil sampah terbesar di Sumbar juga akan membangun TPST berkapasitas 300 ton per hari melalui bantuan dan dukungan yang diperoleh dari Kementrian PU dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),” ucapnya.
Uniknya, TPST yang akan dibangun di Kota Padang nantinya juga akan memiliki kemampuan mengolah sampah plastik menjadi Refused Derived Fuel (RDF), pengganti bahan bakar batubara yang akan menyuplai PT Semen Padang.
Langkah konversi menjadi TPST juga akan dilakukan Pemprov Sumbar terhadap TPA Regional Payakumbuh yang saat ini telah resmi berhenti beroperasi usai diterjang bencana longsor beberapa waktu lalu.
“Pada tahun ini kami akan menyusun ulang FS, DED, dan Amdal TPA Regional Payakumbuh. Untuk selanjutnya kami akan merancang TPA Regional Payakumbuh menjadi TPST. Sebab target ke depannya, harus ada pengolahan. Fungsinya harus ditingkatkan, tidak hanya sekadar tempat pembuangan, tapi juga pengolahan,” ujarnya. (*)