BUKITTINGGI, HALUAN — Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi melakukan pemutusan kontrak terhadap dua paket pekerjaan proyek fisik di kota wisata tersebut. Dua pekerjaan fisik itu antara lain peningkatan saluran drainase perkotaan serta pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bukittinggi, Martias Wanto, membenarkan dua pemutusan kontrak pekerjaan fisik itu. Ia menyebutkan, kontrak peningkatan saluran drainase primer dari Simpang Kangkuang hingga Jalan Pemuda Pasar Bawah, telah diputus pada 26 Desember 2021 lalu.
“Pelaksana pekerjaan peningkatan saluran drainase primer ini PT Inanta Bhakti Utama, dengan biaya Rp12,9 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Kota Bukittinggi tahun 2021. Waktu pelaksanaan pekerjaan dimulai 19 Agustus hingga 26 Desember 2021,” kata Martias kepada Haluan, Selasa (28/12).
Pemutusan kontrak yang dilakukan, kata Martias Wanto, disebabkan rekanan atau kontraktor pelaksana tidak bisa menuntaskan pekerjaan sesuai dengan target dan ketentuan yang disepakati. Pemko melihat, progres pekerjaan rekanan hingga November masih berjalan dengan lancar, tapi pada awal Desember terjadi kepincangan progres.
“Setelah dilakukan penghitungan pekerjaan, rupanya tidak sesuai progresnya. Rekanan itu termasuk kontrak kritis. Sebelumnya, pengawas dan konsultan telah mengingatkan pihak rekanan. Namun bukannya membaik, malah deviasinya bertambah besar,” kata Martias lagi.
Menurut Martias, sebelum pemutusan kontrak dilakukan, rekanan telah diberikan Surat Peringatan (SP) pertama hingga SP ketiga. Setelah SP ketiga diberikan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyimpulkan bahwa kontrak rekanan tersebut resmi putus karena hitungan sementara pekerjaan yang tuntas hanya 61 persen.
“Kontrak diputus ini tidak diperpanjang. Sebab, diperkirakan rekanan tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaan. Ketika kontrak diputus, maka perusahan masuk daftar hitam alias blacklist. Uang jaminan dicairkan dan volume pekerjaan dihitung. Ini jelas sangat merugikan perusahaan, dan perusahaan ini tidak akan bisa ikut lelang lagi,” ujarnya.
Menurut Martias, rekanan tidak mampu menuntaskan pekerjaan karena beberapa sebab, di antaranya karena kontur tanah yang berada di luar perkiraan, serta lalu lintas kendaraan di lokasi yang amat mengganggu proses pekerjaan.
“Seharusnya sebelum melakukan penawaran, rekanan telah mengetahui dan menguasai kondisi lokasi, sehingga apabila terkendala bisa dapat diatasinya. Tapi untuk sekarang tidak ada alasan lain,” ujarnya.
Martias menjelaskan, proyek yang tidak tuntas itu jelas juga sangat merugikan perekonomian masyarakat serta keamanan pengguna jalan. Sehingga, proyek ini akan menjadi atensi untuk segera dituntaskan. “Kita telah konsultasi dengan BPKP, serta rapat dengan Banggar DPRD agar proyek ini dituntaskan pada awal 2022,” ujarnya lagi.
Sesuai dengan arahan Wali Kota (Wako) Bukittinggi, tambah Martias, pengerjaan pengamanan di lokasi telah dimulai agar tidak ada lagi korban atau pengguna jalan yang jatuh ke dalam galian drainase yang belum tuntas tersebut.
Sementara itu dihubungi terpisah, Kepala Dinas PUPR Kota Bukittinggi Rahmad AE, melalui Kabid Cipta Karya, Saiful Mustofa, Rabu (29/12) mengatakan, pekerjaan peningkatan saluran drainase primer oleh PT Inanta Bhakti Utama memang seharusnya berakhir pada 26 Desember 2021.
Akan tetapi, sebut Saiful, sesuai dengan tahapan demi tahapan yang telah dilaksanakan, ternyata pelaksana pekerjaan tidak dapat memperbaiki pengerjaan, sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan, sehingga Pemko Bukittinggi melakukan pemutusan kontrak.
“Untuk pemutusan kontrak ini, tentu ada tahapannya. Walaupun dikasih kesempatan, kami menilai kontraktor pelaksana tidak akan dapat menyelesaikan pekerjaannya. Untuk itu, kami tidak memberikan kesempatan tambahan waktu pekerjaan bagi kontraktor, dan kami putuskan memutus kontrak,” ujar Saiful Mustofa yang juga bertindak selaku PPK.
Menurut Saiful, karena telah dilakukan pemutusan kontrak, maka lokasi pekerjaan dikembalikan ke Dinas PUPR Bukittinggi. Dalam hal ini, tanggung jawab perbaikan dan pengamanan diserahkan pada dinas tersebut. “InsyaAllah untuk kelanjutan pekerjaannya akan dilakukan tender ulang tahun depan,” ucapnya.
Putus Kontrak RPH Talao
Selain itu, pemutusan kontrak juga dilakukan terhadap pekerjaan lanjutan pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) di Talao. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bukittinggi, Ismail Djohar mengatakan, pemutusan kontrak dilakukan karena pelaksana tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.
Pekerjaan lanjutan RPH ini, sebut Ismail, dikerjakan oleh CV Serasi Bersama dengan nilai Rp2,3 miliar. Pekerjaan yang dimulai pada Juli tersebut seharusnya selesai pada 11 Desember 2021 lalu. Namun hingga batas waktu tersebut, progres pekerjaan hanya mencapai 45 persen lebih.
“Sebelumnya, kita sudah memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali kepada pelaksana pekerjaan. Namun karena tidak mampu menyelesaikannya, maka dilakukan pemutusan kontrak setelah tiga kali uji coba. Untuk kelanjutan pekerjaan, akan dilanjutkan pada 2022 mendatang,” kata Ismail. (h/ril/tot)