PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID – Prosesi manabang atau lebih dikenal maambiak batang pisang sebagai rangkaian kedua Pesona Budaya Tabuik 2025 telah berlangsung. Ratusan masyarakat antusias menyaksikan kegiatan yang berlangsung pada Selasa (1/7).
Pada kesempatannya, Haluan menyaksikan prosesi manabang batang pisang atau maambiak batang pisang dari Tabuik Subarang di Kampuang Kaliang, Pariaman Tengah, Kota Pariaman.
Urang Tuo Tabuik Subarang, Yasrul Ilyas mengatakan, maambiak batang pisang merupakan prosesi lanjutan setelah prosesi maambiak tanah yang berlangsung pada 1 Muharam lalu. Prosesi ini menampilkan atraksi seorang algojo menebas beberapa batang pisang dan batang tebu yang disusun di dalam pagar pembatas.
“Algojo menebas dengan sebilah pedang tajam yang sudah diasah. Dalam atraksinya, batang pisang harus tumbang dalam sekali tebasan. Hal ini melambangkan ketajaman pedang Husein dalam peristiwa perang karbala,” katanya.
Ia menyebut, algojo yang dipilih merupakan keturunan langsung dari orang yang memiliki adat Tabuik terdahulu. Sementara pedang yang digunakan disebut pedang Jinawai yang hanya digunakan sekali setahun, yaitu pada Pesona Budaya Tabuik.
“Adapun batang pisang yang sudah diambil akan diantar dengan arak-arakan untuk disimpan di daraga Rumah Tabuik masing-masing. Masyarakat terutama anak-anak biasanya antusias berebut batang pisang dan tebu yang sudah ditebas untuk dibawa dalam arak-arakan,” jelas Yasrul.
Prosesi maambiak batang pisang untuk Tabuik Subarang berlangsung setelah asar untuk Tabuik Subarang. Sementara untuk Tabuik Pasa dilaksanakan sesudah magrib.
“Setelah prosesi ini berlangsung, malamnya kita kembali melakukan arak-arakan menuju Simpang Tabuik. Di sana sebagai perumpamaan padang karbala, sehingga dilakukanlah Tabuik Basalisiah,” paparnya.
Salah seorang pengunjung, Novi mengatakan, ia sengaja meluangkan waktu untuk menyaksikan prosesi tersebut. Kendati bukan pertama kalinya, tetapi ia tetap antusias melihat kebudayaan khas Kota Pariaman itu terus dilestarikan.
“Setiap tahun selalu menyaksikan setiap prosesi Tabuik. Sebagai warga asli Pariaman, saya sangat bangga karena kebudayaan kita masih terus dilestarikan,” katanya. (*)