PADANG, HARIANHALUAN.ID –Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat bersama Tim Perumus Data dan Resolusi Indonesia (PDRI) resmi mengadukan Gubernur, Bupati/Wali Kota, DPRD, Kapolda, serta seluruh Kapolres dan Kapolresta di Sumatera Barat ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sumatera Barat, Selasa (7/10).
Laporan ini menyoroti maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) yang dinilai telah menciptakan krisis sosial, ekologis serta pelanggaran hak asasi manusia di berbagai wilayah Sumbar.
Langkah hukum ini merupakan bentuk kekecewaan mendalam terhadap negara yang dianggap gagal menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dijamin dalam konstitusi.
Menurut WALHI, aktivitas tambang ilegal kini tak hanya merusak ekosistem, tetapi juga telah menelan korban jiwa, menghancurkan wilayah kelola rakyat, dan menimbulkan kerugian besar bagi perekonomian daerah serta negara.
Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Barat,Wengki Purwanto menegaskan bahwa aktivitas PETI telah mencapai titik kritis dan berlangsung secara terbuka di berbagai kabupaten/kota.
“Tambang ilegal ini bukan lagi fenomena kecil. Ia sudah menjadi kejahatan lingkungan yang terorganisir, dilakukan di kawasan hutan lindung, DAS, bahkan tak jauh dari permukiman warga dan kantor pemerintahan,” ujar Wengki dalam keterangannya.
Berdasarkan laporan WALHI yang diserahkan ke Komnas HAM, luas area PETI di Sumatera Barat mencapai 7.662 hektare di empat kabupaten yang menjadi hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari, yaitu Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, dan Sijunjung.