“Jadi bagaimana caranya menjawab pertanyaan itu, sosialisasi saja belum pernah, Apalagi melakukan pengukuran penentuan trase. Sejauh ini masyarakat masih belum mendengarkan sosialisasi yang disampaikan JICA. Namun narasi yang muncul pokoknya mereka menolak,” jelas dia.
Menurut Kadis BMCKTR Sumbar, masyarakat di lima nagari yang akan dilalui jalan tol hingga kini masih menolak kampung mereka dilintasi jalan tol, Masyarakat khawatir pembangunan jalan tol akan menggusur daerah padat pemukiman, ladang, sawah, kebun hingga situs adat dan budaya lainnya.
Dalam perjalanannya, masyarakat terdampak jalan tol di lima nagari, pada awalnya melancarkan penolakan lantaran mereka tidak menerima sosialisasi, Namun kemudian, surat penolakan itu dicabut pasca Gubernur Sumbar menerima kedatangan kelompok masyarakat terdampak pro jalan tol yang mengatasnamakan Almast Limapuluh Kota.
“Lalu pada bulan Februari kemari muncul lagi pernyataan bahwa masyarakat meminta pengalihan trase jalan tol ke lokasi lain karena dikhawatirkan akan melalui perkampungan padat penduduk, situs budaya dan lain sebagainya, Surat penolakan disampaikan langsung ke Jepang,” katanya.
Atas terjadinya tarik ulur yang cukup panjang, rumit dan melelahkan itu, pasca keluarnya keputusan JICA, Era Sukma mengaku telah berkoordinasi dan berkonsultasi ke Kementrian PUPR di Jakarta.