PADANG, HALUAN — Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar) bersama DPRD menyepakati 10 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022 disalurkan ke sektor pertanian. Anggaran senilai Rp680 miliar itu akan dikucurkan lewat lima bidang pertanian, untuk menunjang sektor utama tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumbar, Hansastri menyebutkan, keputusan untuk mengakomodasi 10 persen APBN 2022 untuk sektor pertanian adalah keputusan penting Pemprov untuk mengembangkan sektor pertanian. Ditambah dengan fakta bahwa hampir 57 persen masyarakat Sumbar berprofesi sebagai petani.
“Jika 10 persen dari total APBD kita, artinya yang disiapkan sekitar Rp680 miliar. Karena total APBD kita Rp6,8 triliun. Dan itu kita harapkan bisa optimal pengalokasiannya, mengingat penduduk kita 57 persen berprofesi sebagai petani,” ujar Hansastri kepada Haluan, Jumat (5/11).
Di samping itu, Hansastri menambahkan, sekitar 24 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumbar juga berasal dari sektor pertanian. Oleh karena itu, potensi tersebut harus terus ditingkatkan dan didukung, salah satunya dengan mengalokasikan 10 persen APBD untuk pertanian tersebut.
Hansastri menambahkan, anggaran sekitar Rp680 miliar itu akan dibagi dalam lima bidang, yaitu pertanian, peternakan, kelautan, kehutanan, dan bidang pangan. Kemudian, termasuk juga bidang Sumber Daya Air (SDA) terkait program irigasi untuk kebutuhan pertanian.
Sebelumnya, Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan, keputusan untuk mengalokasikan 10 persen APBD untuk pengembangan sektor pertanian merupakan bentuk keseriusan pemerintah daerah (Pemda). Terlebih, pertanian adalah salah satu sektor unggulan Sumbar.
“Pemprov Sumbar serius mengembangkan sektor pertanian sebagai sektor unggulan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan mengalokasikan 10 persen APBD 2022 untuk sektor tersebut. Selain itu, Masyarakat Sumbar mayoritas adalah petani atau bergantung pada pertanian, karena itu kita mengalokasikan anggaran terbesar untuk sektor ini,” ujar Mahyeldi.
Secara garis besar, sambung Mahyeldi, anggaran tersebut akan dikucurkan pada masyarakat dalam bentuk program dan bantuan, melalui lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, di antaranya Dinas Kehutanan, Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan, Dinas Pangan, serta Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ia pun mendorong agar petani dan peternak terus memperkuat kelompok tani (keltan), karena bantuan dan program pemerintah tidak bisa diberikan kepada perseorangan, melainkan harus diberikan kepada kelompok.
Di samping itu, Mahyeldi juga meminta setiap daerah untuk menggali komoditi unggulan masing-masing. Ia memisalkan, Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota yang memiliki potensi cukup tinggi untuk tanaman jagung, karena termasuk sebagai daerah sentra peternakan ayam.
“Secara umum untuk Sumbar membutuhkan sekitar 1.600 ton jagung per hari untuk memenuhi kebutuhan pakan ayam, sementara hasil produksi jagung di daerah itu belum mencukupi. Ini bukti bahwa tanaman jagung memiliki prospek pasar yang jelas, sehingga petani tidak perlu khawatir tidak dapat menjual hasil panen,” katanya lagi.
Mahyeldi menambahkan, pemerintah daerah juga harus memfasilitasi petani dengan pihak ketiga, seperti petani jagung dengan peternak ayam bisa disepakati dalam MoU terkait harga yang saling menguntungkan antara petani dan peternak. “Dengan demikian petani yang menjual jagung akan sejahtera sementara peternakan ayam juga tidak kekurangan pakan,” katanya.
Sementara itu, Wakil ketua DPRD Sumatera Barat, Irsyad Syafar, juga menyampaikan hal yang sama, bahwa DPRD telah menyetujui anggaran 10 persen untuk pertanian itu dalam pembahasan rancangan APBD 2022. Menurutnya, sektor pertanian butuh dukungan lebih dari anggaran daerah dalam pengembangannya.
“DPRD memiliki persepsi yang sama dengan Pemprov Sumbar bahwa sektor pertanian adalah sektor unggulan yang harus didukung sepenuhnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Strategi Pembangunan Pertanian
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Pembangunan Pertanian Unversitas Andalas (Unand), Prof Helmi mengatakan, Pemda perlu untuk meninjau ulang strategi pembangunan pertanian, terutama komoditi padi yang terbilang sulit dalam mencapai target produksi. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang menyebabkan produksi pertanian di Sumbar mengalami penurunan seperti faktor cuaca, hingga kualitas pembenihan padi.
Pemprov Sumbar perlu melakukan peninjauan ulang terhadap target produksi padi. Sebab, secara ekonomis nilai padi berada di bawah komoditi tani lain yang bisa dikembangkan di Sumbar. Apa strategi pembangunan pertanian Sumbar tidak perlu ditinjau ulang. Apa memang harus terus fokus di tanaman padi. Saya rasa, sudah saatnya beralih ke komoditi lain yang bisa berdampak pada kesejahteraan petani,” ujarnya lagi.
Helmi berpendapat, secara historis produksi padi Sumbar selama ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan daerah. Sehingga, akan lebih baik jika dilakukan pengaturan pola tanam, seperti dalam memenuhi kebutuhan padi selama setahun, cukup dengan melakukan satu kali penanaman pada sawah atau lahan.
Sumbar, kata Helmi, harus menentukan kebijakan dari sisi pembangunan pertanian ke arah yang lebih mampu mengangkat perekonomian petani dan daerah. Kepentingan petani bisa memperoleh pendapatan lebih tinggi harus dikedepankan.
“Kita naikkan betul produksi padi di lahan yang ada, itu juga belum cukup siginfikan dalam meningkatkan produksi padi atau manambah cadangan pangan nasional. Luas sawah di Sumbar saat ini yang fungsional itu hanya sekitar 150 ribu hektar dan juga terus mengalami penurunan karena alih fungsi lahan,” katanya menutup. (h/mg-dar)