PADANG, HALUAN – Dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022 Sumatra Barat (Sumbar) sebesar 10 persen untuk sektor pertanian harus ditindaklanjuti dengan capaian kongrit oleh pemerintah provinsi (Pemprov). Terutama sekali dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani serta menggenjot pendapatan daerah.
Ketua Komisi II DPRD Sumbar, Arkadius Datuak Intan Bano mengatakan, kesepatakan DPRD dan Pemprov dalam mengalokasikan 10 persen dari total APBD 2022 untuk sektor pertanian merupakan langkah tepat, ditambah lagi dengan fakta bahwa sekitar 52 persen penduduk Sumbar bergerak di bidang pertanian.
“Meski demikian, untuk pengembangan sektor pertanian ini, ada beberapa hal yang masih menjadi catatan dan harus menjadi perhatian khusus gubernur dan wakil gubernur. Pertama, Pemprov harus konsisten dalam pelaksanaan alokasi 10 persen anggaran ini, sesuai dengan rencana dalam program unggulan setiap tahunnya,” ujar Arkdius kepada Haluan, Minggu (7/11).
Ia menekankan, agar gubernur memberikan instruksi yang jelas kepada organisasi perangkat daerah (OPD) yang bergerak dalam sektor pertanian, mulai dari Dinas Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kehutanan, dan dinas terkait lainnya. Sehingga, alokasi 10 persen anggaran tersebut bisa membawa Sumbar menjadi daerah sentra pertanian.
Kemudian, sambung Arkadius, hal yang harus diperkuat Pemda pada sektor pertanian yaitu target pasar dari hasil produksi pertanian. Baik pasar lokal, nasional, atau bahkan merambah pasar global.
“Masyarakat harus terus didukung dalam meningkatkan jumlah produksi pertanian. Jika ada persoalan dalam pemasaran, pemerintah wajib membantu, sehingga tak ada produksi yang tak terpasarkan,” ujarnya lagi.
Arkadius menambahkan, program stimulus dan bantuan kepada masyarakat juga harus diprioritaskan dalam anggaran 10 persen APBD tersebut. Sebab, itu akan menggenjot jumlah produksi pertanian yang bisa dihasilkan. Terutama dalam bentuk memberikan bantuan bibit unggul, pupuk, hingga penunjang pertanian lainnya.
“Selama ini yang terjadi, saat harga naik, pemerintah melalui rumah inflasi turun untuk menstabilkan harga, tetapi saat produksi banyak, harga yang didapatkan oleh petani turun dan petani merugi. Ini menyebabkan petani mengurangi produksi bahkan berhenti karena takut rugi saat jumlah produksi banyak,” katanya.
Di samping itu, Arkadius menambahkan, pengembangan industri hilirisasi sektor pertanian Sumbar juga masih rendah. Hal ini terlihat dari masih belum banyak hasil pertanian yang langsung diolah oleh para petani.
“PDRB kita cukup tinggi di sektor pertanian, yaitu 22,83 persen, tetapi hilirasisi industrinya masih 7 persen. Jadi, kita mendorong produk-produk pertanian ini itu dilaksanakan pengolahannya di Sumbar, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah dari produk yang ada tersebut,” ujarnya.
Kemudian, Arkadius menyatakan, hal yang juga harus menjadi perhatian pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor pertanian yang berdampak pada pemulihan ekonomi yang terdampak akibat pandemi. Menurutnya, hal itu harus terjawab setelah dukungan anggaran 10 persen APBD untuk pertanian terealisasi.
Hal yang sama juga disampaikan Anggota Komisi II DPRD Sumbar, Nurfirmanwansyah, bahwa pertanian merupakan sektor potensial yang harus mendapatkan dukungan lebih dari APBD Sumbar. Terlebih, ketimbang sektor lain yang terdampak krisisi pandemi, sektor pertanian adalah sektor yang tetap bertumbuh.
“Karena sektor lain banyak terdampak, pariwisata terdampak, hotel terdampak. Jadi kita melihat pertanian sebagai sektor paling potensial yang harus digalakkan,” kata Nurfirmanwansyah kepada Haluan, Minggu (7/11).
Nurfirmanwansyah mengakui, bahwa sektor pertanian Sumbar mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan pembangunan dan pemukiman. Hal ini harus diatasi oleh pemerintah dengan memaksimalkan program cetak sawah.
“Dalam Perda yang sebelumnya sudah dirancang, untuk cetak sawah pemerintah harus menganggarkannya. Karena setiap tahun, dengan bertambahnya orang, maka bertambah pula bangunan, sehingga sawah-sawah dan lahan pertanian lain banyak yang beralih fungsi,” katanya.
Selain itu, Nurfirmanwansyah menambahkan, pengalokasian anggaran 10 persen dari APBD juga harus merata, mulai dari bidang pertanian, perikanan, hingga peternakan. Hal tersebut juga harus diperkuat dengan komoditi-komiditi unggulan pada setiap sektor tersebut.
Lebih Kurang Rp680 Miliar
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, Hansastri menyampaikan keputusan untuk mengakomodasi 10 persen APBN 2022 untuk sektor di pertanian merupakan keputusan penting pemprov untuk mengembangkan sektor pertanian. Ditambah dengan hampir 57 persen masyarakat Sumbar berprofesie sebagai petani.
“Jika 10 persen itu adalah dari total APBD kita, maka angka yang disiapkan sekita Rp680 miliar. Karena total APBD kita sekitar Rp6,8 triliun. Dan itu kita harapkan bisa optimal pengalokasiannya, mengingat penduduk kita 57 persen berprofesi sebagai petani,” ujar Hansastri kepada Haluan, Jumat (5/11).
Di samping itu, Hansastri menambahkan, sekitar 24 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumbar juga berasal dari sektor pertanian. Maka potensi tersebut harus terus ditingkatkan dan didukung dengan mengalokasikan 10 persen APBD untuk pertanian.
Hansastri menambahkan, anggaran sekitar Rp680 miliar itu akan dibagi dalam lima bidang, yaitu pertanian, peternakan, kelautan, kehutanan dan pangan. Kemudian termasuk juga bidang Sumber Daya Air (SDA) terkait program irigasi untuk kebutuhan pertanian. (h/mg-yes)