Langgar Aturan, Ketua KI Sumbar Diduga Rangkap Jabatan Dosen Tetap di PTS

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Terungkap, Ketua Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Musfi Yendra diduga mengangkangi UU Nomor 14 Tahun 2008 dan Peraturan Komisi Informasi (Perki), karena rangkap jabatan.

Padahal, saat mendaftar calon komisioner KI Sumbar, Musfi telah meneken fakta integritas, siap bekerja penuh waktu di KI.

Berdasarkan website unespadang.ac.id, Musfi Yendra tercatat sebagai dosen tetap aktif di Universitas Eka Sakti (Unes) Padang, padahal itu dilarang dan telah termaktub di dalam perki tersebut.

Sementara itu, pada unggahan di Facebook, tertanggal 8 Juni, Musfi Yendra mengupload foto dengan caption, ujian komprehensif. Pengujian lengkap seorang mahasiswa dalam meraih titel sarjana. Semoga bermanfaat dan barokah ilmunya, mahasiswa/i kami. Aamiin. #SabtuHariKampus, dengan latar spanduk berlogo, Unes.

Berdasarkan Perki Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi dan Penetapan Anggota Komisi Informasi, Pasal 9 huruf F berbunyi “bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi Anggota Komisi Informasi”. Sementara pada pasal 9 huruf G berbunyi, “bersedia bekerja penuh waktu”.

Diperkuat lagi temuan kelompok Kerja (pokja) Pengawal Integritas Lembaga Publik Jaringan Pemred Sumbar (JPS) di berkas pendaftaran pun ditemukan pernyataan di atas materai 10.000 tentang siap mundur dan kerja penuh waktu.

Kedua hal tersebut diduga telah dilanggar oleh Musfi Yendra, yakni tidak melepas pekerjaannya sebagai dosen dan tidak bekerja penuh waktu. Sebab, ia mengajar di kampus tersebut sembari juga sebagai komisioner sekaligus Ketua KI Sumbar.

Pakar Keterbukaan Informasi Publik, yang juga Ketua JPS Sumbar, Adrian Tuswandi, mengaku sangat terkejut terhadap temuan Pokja Pengawal Integritas Lembaga Publik-nya. Fakta tersebut, bahwa Musfi Yendra, sebagi komisioner KI Sumbar, tidak melepas jabatan sebagai dosen.

“Waduh, ini jelas mengangkangi dan melanggar aturan UU dan Perki,” kata Adrian Tuswandi, mantan komisioner KI Sumbar dua periode (2014-2023), Minggu (28/7/2024).

Adrian Tuswandi menyampaikan, perki itu hukum positif, sebab telah melewati proses berita negara dan lembar negara, keduanya mempertegas azas fiksi atas UU yaitu sifat hukum semua orang tahu.

“Selain itu, Musfi Yendra berbuat fatal karena mengelabui DPRD dan Gubernur Sumbar, dalam proses administrasi seleksi KI Sumbar periode ketiga. Dua lembaga (DPRD dan Gubernur Sumbar), ini adalah lembaga paling terhormat dan mulia di Sumbar ini. Saya terkejut atas temuan Pokja ini,” ucap Toaik, sapaan Adrian Tuswandi.

Parahnya, temuan ini jadi fakta rangkap jabatan, sama saja Musfi Yendra juga melakukan pembohongan publik atas pernyataannya sendiri saat mendaftar sebagai calon KI Sumbar kepada tim seleksi.

“KI itu lembaga pengawal keterbukaan informasi publik, dia dibentuk oleh Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), karena dibentuk UU tentunya lembaga ini punya marwah hebat yang harus diisi oleh komisioner yang berintegritas mestinya,” katanya.

Selain itu, Musfi Yendra juga majelis komisioner yang memutuskan sebuah sengketa informasi publik. “Bagaimana pula kalau orang mengangkangi perki lembaganya sendiri memutus sengketa yang akan berujung pada putusan adjudikasi non litigasi, jika putusan itu diajukan. Keberatan ke PTUN dia menjadi putusan ajudikasi,” katanya lagi.

Toaik justru menaruh hormat kepada Ahmad Lahmi saat mau ditetapkan DPRD disurati untuk memilih jabatan Wakil Rektor atau Komisioner KI.

“Ahmad Lahmi memilih jadi wakil rektor, dia gentle man dan tahu soal marwah profesi. Karena hidup dan karir adalah pilihan. Bahkan kasus rangkap jabatan juga banyak terjadi di KI lain di Indonesia, komisionernya mundur, memilih jadi akademisi, itu dilakukan demi marwah lembaga KI itu sendiri, beda dengan KI Sumbar ya,” ujarnya.

Terkait itu, Penasehat Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) Sumbar, Novrianto berharap memberi penjelasan ke publik untuk menjaga marwah lembaga ini.

“Saudara Musfi harus memberi penjelasan ke publik terkait temuan itu. Marwah lembaga KI harus tetap dijaga. Kalau memang salah, ya. Konsekuensinya harus mundur,” kata Novrianto, wartawan aliran keras yang telah mengantongi kartu UKW Utama dari Dewan Pers itu. (*)

Exit mobile version