PADANG PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID- Jemaah tarekat Syattariyah yang bermukim di Kabupaten Padang Pariaman dan beberapa daerah lain di Sumatera Barat melaksanakan Salat Iduladha 1446 H pada hari Minggu, 8 Juni 2025, berbeda dengan penetapan pemerintah pusat yang menetapkan Iduladha jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025.
Untuk di Padang Pariaman, pelaksanaan salat Iduladha oleh jemaah Syattariyah berlangsung khusyuk di sejumlah surau dan musala tradisional. Beberapa jemaah juga menggelar salat di lapangan terbuka. Mereka mengenakan pakaian terbaik sebagai bentuk penghormatan terhadap hari raya besar umat Islam tersebut.
Jemaah tarekat Syattariyah salah satu tarekat yang cukup kuat akar tradisinya di Minangkabau, mengikuti perhitungan hisab hakiki wujudul hilal, metode yang diwariskan secara turun-temurun oleh ulama Syattariyah. Metode ini mengacu pada rukyatul hilal lokal dan perhitungan kalender Islam yang berbeda dari kalender nasional
Salah satu tokoh Syattariyah di Padang Pariaman, Tuangku Lukman Nurhakim mengatakan perbedaan ini bukan hal baru atau untuk yang pertamakalinya “Kami menjalankan ibadah sesuai ajaran ulama Syattariyah yang telah membimbing masyarakat kami sejak lama. Perbedaan ini bukan untuk dipertentangkan atau menjadi selisih selama kita saling mengormati dan menghargai,” ujarnya.
Pelaksanaan salat Iduladha yang berlangsung pada hari Minggu ini diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak yang telah mencapai usia baligh dan memiliki akal sehat.
Antusias umat muslim terlihat begitu tinggi, bahkan para ibu yang membawa serta balita mereka pun turut hadir dan melaksanakan salat Iduladha dengan khusyuk. Ibadah yang hanya dilangsungkan satu kali dalam setahun ini menjadi momen istimewa bagi umat Islam untuk bersama-sama mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan keimanan.
Masyarakat yang tidak mengikuti tarekat pun menunjukkan sikap toleran dan menghormati perbedaan waktu pelaksanaan. Hal ini mencerminkan kearifan lokal Minangkabau yang mengedepankan nilai harmoni dalam keberagaman.
Pemerintah daerah dan tokoh masyarakat mengimbau agar perbedaan penetapan hari raya seperti ini tidak menjadi sumber konflik. Sebaliknya, ia dianggap sebagai kekayaan khazanah Islam Nusantara yang patut dihargai dan dilestarikan.
Dengan pelaksanaan yang damai dan tertib, Iduladha oleh jemaah Syattariyah menjadi bukti bahwa perbedaan dalam hal ibadah tidak harus menimbulkan perpecahan. Semangat berkurban dan berbagi kebaikan tetap menjadi inti dari perayaan suci ini bagi seluruh umat Islam, termasuk di Minangkabau.
Salat Idul Adha yangd dilaksanakan ditutup dengan pembacaan khotbah yang sarat makna, mengingatkan jemaah akan pentingnya ketakwaan, keikhlasan, dan semangat berbagi dalam momen Iduladha. (*)