PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pakar Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang (UIN IB), Elfia mengatakan, meningkatnya angka perceraian di Kota Padang, salah satu penyebab terjadinya adalah kemajuan teknologi. Menurutnya banyak praktek perselingkungan melalui media sosial seperti Whatsapp, Facebook, Instagram dan lain-lain berawal dari obrolan ringan. Perselingkuhan tersebut berujung pada perceraian.
“Teknologi memiliki dua sisi positif dan negatif. Memang teknologi memberikan kemudahan dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari. Namun dibalik sisi positifnya teknologi juga banyak membawa pengaruh buruk lewat konten negatif yang dapat mempengaruhi pasangan. Penyebaran konten itu tidak terkendali sehingga juga menyasar ke kalangan anak-anak dan remaja,” ujarnya.
Selain itu, pasangan suami istri juga kerap menjadikan media sosial sebagai wadah untuk mencurahkan isi hati (Curhat) termasuk masalah rumah tangga yang sedang dihadapi. Alih-alih meminta pendapat atau masukan kepada pihak yang paham dengan fiqih munakahat (nikah) sebagai mediator dalam penyelesaian masalah. Mereka lebih mendengarkan pendapat media sosial yang bahkan itu belum teruji pengetahuannya.
“Jelas praktek itu sangat tidak pantas dilakukan bagi pasangan karena tidak patut untuk menyebarkan aib keluarganya. Hal itu tidak mendatangkan solusi malahan bisa menjadi bumerang untuk selanjutnya. Seharusnya meminta pendapat kepada ahli agama yang paham dengan pernikahan,” ujarnya.
Menurut Elfia, jika ditelusuri lebih lanjut masalah ekonomi menjadi biang praktek selingkuh dan angka perceraian yang masih tinggi. Apalagi banyak istri yang secara finansial lebih kuat dibandingkan suami, sehingga mereka merasa mandiri dan tidak lagi membutuhkan sosok suami dalam kehidupannya karena telah mampu menghidupi diri sendiri.
Terlebih saat ini kondisi perekonomian yang tidak stabil dan semakin sulit. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga angka pengangguran meningkat. Hal itu juga menjadi faktor tumbuhnya konflik yang berdampak terhadap ketahanan rumah tangga.
“Istri semakin berdaya sementara suami tidak mampu menafkahi karena menganggur atau kerja serabutan, sehingga banyak terjadi cerai gugat. Seperti contoh di Kota Solok angka kasus cerai gugat tinggi yang terjadi di lingkup PNS,” ujarnya.