“Banyak yang datang ke Padang punya pendidikan cukup, tapi tetap sulit mencari pekerjaan. Mereka lalu memilih jadi PKL karena tak ada alternatif lain,” ucapnya.
Lokasi-lokasi strategis seperti kawasan kampus, pasar, terminal, dan perkantoran, lanjut Aidinil, menjadi magnet yang menarik PKL. Namun, arus ekonomi tersebut tidak diimbangi dengan perencanaan tata kota yang memadai.
Ia juga mengkritik lemahnya regulasi dan penegakan hukum yang tidak konsisten terhadap keberadaan PKL. “Kadang ada penggusuran, di sisi lain ada pembiaran. Ini kontraproduktif dan memperkuat praktik informal,” tuturnya.
Aidinil menyarankan agar Pemerintah Kota Padang mengadopsi pendekatan yang inklusif dan humanis dalam menata PKL. Menurutnya, kebijakan zonasi yang dinamis, pembangunan shelter yang layak, dan pelibatan multi-stakeholder sangat diperlukan.
“Masalah PKL tidak bisa ditangani hanya oleh pemerintah. Harus melibatkan asosiasi pedagang, akademisi, masyarakat, bahkan sektor swasta,” katanya.