PADANG, HARIANHALUAN.ID — Universitas Andalas (Unand) tengah merancang kerja sama strategis dengan Pemerintah Kota (Pemko) Padang dalam pemanfaatan sampah rumah tangga dan sampah pasar menjadi pupuk organik. Langkah ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan pupuk bersubsidi sekaligus mengurangi beban sampah di perkotaan.
Direktur Usaha dan Pengembangan Bisnis Universitas Andalas, Dr. Andani Eka Putra, menyebutkan bahwa saat ini bahan baku pupuk organik yang diakui pemerintah masih terbatas pada kotoran hewan, daun kering, dan limbah sawit. Sementara itu, sampah rumah tangga dan sampah pasar belum memenuhi standar.
“Unand sedang melakukan kajian bagaimana caranya agar sampah rumah tangga dan sampah pasar bisa memenuhi standar sebagai bahan baku pupuk organik. Target kita akhir 2025 formula itu rampung,” katanya, Selasa (19/8) kemarin.
Menurutnya, jika formula tersebut berhasil disetujui Kementerian Pertanian dan Pupuk Indonesia Holding Company, Unand bersama Pemko Padang berencana akan merancang pembangunan pabrik pengolahan pupuk organik.
“Saya sudah menyampaikan kepada Wali Kota Padang, bila pupuk dari sampah rumah tangga dan sampah pasar di mana jumlah produksinya paling banyak ini bisa diproduksi, maka pabriknya akan kita rancang menggunakan formula yang dikembangkan Unand,” ujarnya.
Andani menegaskan, kerja sama ini bukan hal sederhana karena melibatkan banyak pihak serta memerlukan proses analisis yang panjang. “Nantinya Unand akan mempersiapkan pendampingan dari dosen-dosen berpengalaman untuk mendampingi masyarakat sebagai pengguna pupuk organik,” tuturnya.
Selain dengan Pemko Padang, Unand juga berencana menggandeng Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag) dan Koperasi Merah Putih sebagai produsen maupun distributor pupuk organik. Dengan skema ini, diharapkan distribusi pupuk lebih merata hingga ke petani di daerah.
Andani optimistis pengolahan sampah rumah tangga dan pasar sebagai bahan pupuk organik akan memberi manfaat besar bagi sektor pertanian serta akan menjadi solusi bagi permasalahan sampah di Kota Padang.
“Pupuk organik itu cenderung aman untuk tanah. Produksi pertanian akan meningkat, berbeda dengan pupuk kimia yang justru merusak struktur tanah dan menurunkan hasil produksi,” ujarnya.
Kerja sama ini, sambungnya, sekaligus sejalan dengan program percepatan pemanfaatan pupuk organik yang digagas Kementerian Pertanian bersama Pupuk Indonesia Holding Company.
Dari total kebutuhan nasional, sebanyak 500 ribu ton pupuk organik subsidi dialokasikan atau sekitar 5 persen dari total produksi. Untuk Sumatera Barat sendiri, kebutuhan diperkirakan mencapai 75–100 ribu ton per tahun. (*)