HALUANNEWS, PADANG — Mantan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Padang, Agus Suardi diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Padang tahun anggaran 2018-2019 di Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang, Selasa (22/3).
Agus Suardi datang didampingi penasihat hukumnya, Putri Desi Rizky menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.00 WIB hingga 16.00 WIB.
Ia bersama Putri Desi Rizky menyebutkan, pemeriksaan dirinya adalah bentuk kepatuhan terhadap hukum. Pada perkara ini, ia sebagai saksi untuk dua tersangka lainnya, yakni Nasar dan Davidson. Dalam pemeriksaan kali ini, ia hanya memberikan keterangan tambahan.
Ia menyebut, dana hibah dalam kasus ini diperuntukkan untuk Tim Sepakbola PSP. Kala itu, Ia menjabat Bendahara Umum PSP sekaligus Ketua KONI Padang mengaku bahwa saat itu, ia hanya menjalankan perintah.
“Saya selaku Bendahara PSP dan Ketua KONI Padang hanya menjalankan perintah,” ujarnya.
Putri Desi Rizky menambahkan, kasus ini bergulir ketika PSP mengajukan proposal. Kemudian dananya disetujui dan dititipkan ke KONI Padang. “Dalam proposal tersebut tercantum nama Wali Kota Padang yang sekaligus Ketua PSP. Cari tahu sendiri Ketua PSP pada saat itu siapa,” kata Putri.
Ia mengatakan, dana di proposal tersebut sebanyak Rp500 juta. Menurutnya, ada kesalahan administrasi yang terjadi saat itu. Sebagai bendahara, menurutnya, Agus Suardi tentu tidak bisa mengeluarkan uang begitu saja.
“Semua atas perintah Ketua PSP. Klien saya mencairkan dana tersebut sesuai perintah dari Ketua PSP saat itu,” katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Padang, Roni Saputra didampingi Kasi Pidana Khusus (Pidsus), Therry Gutama mengatakan, pemeriksaan bertujuan melengkapi berkas pada kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Padang.
“Pemeriksaan ini adalah berkas kedua pada kasus dugaan korupsi. Di mana, mereka saling memberikan keterangannya sebagai saksi,” kata Roni.
Ia menyatakan, Agus Suardi yang sebelumnya sudah diperiksa sebagai tersangka, kali ini dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus serupa. “Untuk perkembangan kasusnya, biarkan dulu penyidik mengolah data. Apa pun hasilnya nanti baru kami sampaikan kepada rekan-rekan media,” katanya.
Ia mengaku tidak bisa mengungkapkan keterangan terbaru yang berhasil didapatkan penyidik, karena bersifat rahasia. Ia juga tidak mau menyebutkan apakah benar mantan Wali Kota Padang terlibat dalam kasus itu.
“Belum bisa memberikan keterangan secara pasti. Kita biarkan tim penyidik untuk menggali lebih dalam. Kalau kami sampaikan secara langsung, takutnya opini publik bisa dikaitkan ke politik. Karena ini masalah pidana,” ucap Roni.
Penyelidikan kasus ini sendiri dimulai 16 September 2021 setelah Kejari Padang menerima laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan korupsi dana hibah KONI Padang. Usai menerima laporan itu, Kejari Padang memanggil sejumlah pihak mulai dari Kepala Bidang Kepemudaan Dispora Padang, Junaldi, mantan Ketua KONI Padang, Agus Suardi dan Bendahara KONI Padang, Kennedi untuk dimintai klarifikasi dan keterangan.
Kepala Bidang Kepemudaan Dispora Padang, Junaldi memenuhi panggilan pada 20 September 2021. Sedangkan mantan Ketua KONI Padang, Agus Suardi dan Bendahara KONI Padang, Kennedi memenuhi panggilan Kejari Padang pada 21 September 2021.
Sebulan setelahnya, pada 21 Oktober 2021, status penyelidikan naik menjadi penyidikan sesuai Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kepala Kejari Padang Nomor: 02/L.3.10/Fd.1/10/2021 tertanggal 21 Oktober.
Diketahui bahwa KONI Padang menerima bantuan dana hibah dari Pemerintah Kota (Pemko) Padang. Dana hibah tersebut bersumber dari APBD Kota Padang dengan rincian, pada Tahun 2018 sebesar Rp6.750.000.000, pada 2019 sebesar Rp7.458.200.000 dan Tahun 2020 sebesar Rp2.450.000.000.
Pada 31 Desember 2021, Kejari Padang menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini. Ketiga tersangka tersebut adalah Agus Suardi, David Son yang menjabat Wakil Ketua KONI Padang, dan Nazar sebagai mantan Wakil Bendahara KONI Padang.
Ketiga tersangka dijerat pasal 2, pasal 3, serta pasal 9 Juncto pasal 15 dan Juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Meski ditetapkan tersangka, ketiga tersangka tidak langsung ditahan lantaran dinilai kooperatif dan ada pertimbangan objektif lainnya. (h/win)