Setelah dukungan dari kementerian berakhir, FKH sempat melanjutkan kegiatan dengan bantuan APBD Kota Pariaman. Namun, ketika pandemi COVID-19 melanda, alokasi dana untuk kegiatan lingkungan terpaksa dihentikan. “Selama pandemi, dana dialihkan untuk hal yang lebih mendesak. Sejak itu kegiatan kami menurun drastis,” ujar Junaidi.
Pasca-pandemi, FKH masih sempat mengadakan kegiatan sederhana seperti aksi bersih-bersih pantai dan pulau serta pemeliharaan taman kota secara sukarela. Namun karena tidak ada dana operasional, kegiatan itu kini terhenti. “Saat ini memang belum ada kegiatan lagi. Kami tetap semangat, tapi tanpa biaya operasional agak sulit untuk bergerak,” jelasnya.
Selama aktif, FKH Pariaman dikenal sebagai penggerak utama aksi bersih pantai di Pantai Gandoriah, Pantai Kata, dan Pulau Angso Duo. Kegiatan itu tak hanya menjaga kebersihan, tapi juga mengedukasi wisatawan agar tidak membuang sampah sembarangan.
Selain aksi lapangan, FKH juga bekerja sama dengan Dinas PUPR dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Pariaman untuk menjaga keberlanjutan ruang terbuka hijau dan taman kota. Walau kini tanpa pendanaan, hubungan baik dengan instansi tersebut tetap terjaga.
Menurut Junaidi, tantangan terbesar komunitas ini bukan sekadar dana, melainkan menjaga kesadaran masyarakat agar tetap peduli terhadap lingkungan. “Kalau semua pihak mau terlibat, Pariaman bisa tetap hijau dan bersih seperti dulu,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah maupun sektor swasta bisa kembali memberi perhatian pada gerakan lingkungan. “Kalau ada sedikit dukungan saja, kami siap aktif lagi. Karena menjaga bumi tidak bisa menunggu, harus dimulai dari sekarang,” tutupnya. (*)