Menanggapi pemberitaan salah satu media daring yang menyebut Lisda Hendrajoni sebagai pihak yang memberikan rekomendasi kepada penyedia batik, Salim membantah keras tuduhan tersebut.
“Tidak ada rekomendasi dari Ibu Lisda atau pihak manapun. Ini murni aspirasi sekolah dan komite agar siswa memiliki batik khas daerah. Kami sangat menyayangkan pemberitaan yang tidak terlebih dahulu mengonfirmasi kepada dinas,” tegasnya.
Ia menambahkan, seluruh kegiatan sekolah tetap berada dalam koridor hukum dan diawasi oleh tim pengawas internal Dinas Pendidikan serta Inspektorat Daerah.
Salim juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya pada informasi yang beredar di media sosial tanpa konfirmasi kepada pihak berwenang.
“Kami menghormati fungsi kontrol media, tapi informasi harus diverifikasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Jangan sampai hal baik seperti penguatan identitas budaya malah disalahartikan,” ujarnya.
Ia berharap masyarakat memahami bahwa langkah keseragaman batik tersebut merupakan bagian dari upaya membangun rasa bangga terhadap identitas lokal di kalangan peserta didik.
“Anak-anak kita harus bangga memakai batik yang melambangkan daerahnya sendiri. Ini bukan proyek bisnis, tapi bentuk pembinaan karakter dan budaya lokal,” tutupnya. (*)