SOLOK SELATAN, HARIANHALUAN.ID – Musyawarah Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang digelar tahun ini memicu gejolak internal. Empat BEM dari sejumlah perguruan tinggi menyatakan mundur dari aliansi tersebut.
Namun, langkah ini tak lantas dipandang sebagai gerakan moral murni. Kritik justru muncul dari kalangan mahasiswa sendiri yang menilai, baik yang keluar maupun yang bertahan sama-sama terjebak dalam pusaran kepentingan.
Ardy Melyen, Kabid PTKP HMI Cabang Solok Selatan, dalam keterangannya menegaskan bahwa dinamika di tubuh BEM SI saat ini mencerminkan pergeseran arah gerakan mahasiswa dari yang semula berbasis idealisme menjadi ajang perebutan panggung dan kepentingan politik.
“BEM SI dikuasai segelintir elite yang menjaga relasi dengan kekuasaan, mengambil keputusan secara sepihak dan membungkam suara kritis,” ujar Ardy.
“Namun, BEM yang keluar pun bukan berarti tanpa kepentingan. Mereka baru bersuara ketika tidak lagi mendapat posisi strategis.” ujarnya melihat fenomena yang terjadi ini, Minggu (27/7/2025).
Lebih lanjut, menurutnya, hal ini menunjukkan bagaimana gerakan mahasiswa kian menjauh dari nilai-nilai perjuangan moral. Istilah “representasi mahasiswa” kini dinilai hanya menjadi simbol kosong yang diperebutkan untuk kepentingan personal maupun kelompok.
Aliansi mahasiswa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawal aspirasi publik, justru dinilai terjebak dalam politik transaksional.
Perseteruan internal lebih banyak didominasi oleh siapa yang dekat dengan kekuasaan, siapa yang mendominasi forum dan siapa yang membawa nama besar.
“Gerakan mahasiswa hari ini bukan butuh mereka yang sekadar keluar dari aliansi, tapi mereka yang benar-benar keluar dari kepentingan. Bukan karena tidak diajak duduk di forum, tapi karena sadar bahwa ruang gerakan sudah rusak dari dasarnya,” kata Ardy.