PADANG, HARIANHALUAN.id— Peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga Oktober tahun 2024 baru mencapai 40,83 juta, sedangkan jumlah pekerja formal dan informal sekitar 150 juta.
Bahkan saat ini yang ikut jaminan pensiun mungkin sekitar 14 juta, dan yang ikut Jaminan Hari Tua (JHT) baru sekitar 16 juta. Hal itu mengemuka dalam Social Security Summit 2024 di Hotel Bidakara Jakarta Selatan, Selasa (26/11).
Kegiatan sebagai upaya mendorong produktivitas pekerja dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui optimalisasi jaminan sosial ketenagakerjaan ini dibuka oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli .
Yassierli berharap diskusi ini dapat melahirkan strategi terkait jaminan sosial terhadap masyarakat.
“Kami dari Kementerian Ketenagakerjaan menunggu, kira-kira terkait dengan kami regulasi seperti apa, kebijakan seperti apa, dan strategi seperti apa yang harus kami tempuh,” ujar Yassierli.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, menjelaskan bahwa Social Security Summit 2024 hadir sebagai respons atas tantangan besar yang dihadapi Indonesia dan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya, yaitu fenomena middle income trap.
“Salah satu penyebab utama middle income trap adalah sistem jaminan sosial yang belum mampu mendukung pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan,” jelas Anggoro.
Menurutnya, ketidakadilan dalam distribusi sumber daya serta rendahnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial membuat masyarakat semakin rentan.
Kondisi ini menghambat produktivitas serta inovasi, terutama di tengah dominasi pekerja sektor informal yang mencapai hampir 60 persen atau sekitar 84,13 juta orang.
Ia juga menyoroti tantangan lain, yaitu pergeseran demografi Indonesia menuju ageing population yang ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk lansia.
Hal ini, menurut Anggoro, memerlukan perhatian khusus agar pekerja informal dan lansia tidak jatuh ke dalam kemiskinan akibat risiko sosial ekonomi
Staf ahli bidang pengeluaran negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sudarto mengatakan bahwa jaminan sosial merupakan salah satu cara agar pekerja dapat merasakan hidup layak di masa tuanya.
Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi hal yang mutlak dimiki para pekerja saat masih aktif bekerja dan memperoleh pendapatan.
“Kita melewati siklus kehidupan, mulai dari sekolah, setelah sekolah, bekerja, dan setelah bekerja. Setelah bekerja itu seharusnya tidak cemas, karena ada jaminan sosial,” ujar Sudarto.
Sudarto mendorong perlunya skema yang tepat guna mempercepat perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini yang jadi konsen kita, jangan sampai kita dan teman-teman kita begitu pensiun dapetnya bansos, artinya apa, membebani APBN,” jelasnya.
Hal senada juga menjadi perhatian I Gede Dewa Karma Wisana, peneliti di Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) tersebut menegaskan pentingnya dividen atau pendapatan untuk di masa tua.
Sebab, menurutnya ketika pekerja memasuki usia lansia, jumlah pengeluaran akan jauh lebih besar daripada pendapatan.
Sehingga JHT menjadi solusi penting agar tetap pekerja terap hidup layak dan cukup meski sudah tak produktif lagi.
“Kami di demografi sangat peduli soal siklus hidup. Kita perlu memikirkan dividen-nya, perlu menyiapkan dividen dari bonus demografi yang ada,” ujarnya.
I Gede turut mendorong para pekerja yang masih produktif dan punya pendapatan untuk mempersiapkan di hari tua, salah satunya melalui JHT.
“Jadi kita berencana menyiapkan strategi agar penduduk yang sekarang produktif tidak hanya memiliki pendapatan yang cukup dan hidup layak, tapi mampu menyiapkan hari tua sehingga, konsumsinya bisa mencukupi lewat pendapatan atau income investasi yang sudah mereka kumpulkan saat muda hari ini,” terangnya.
Sementara itu, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Padang Muhammad Syahrul menambahkan bahwa peran BPJS Ketenagakerjaan di daerah menjadi krusial dalam memperluas cakupan peserta jaminan sosial.
Social Security Summit 2024 ini diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih terarah bagi operasional cabang-cabang BPJS Ketenagakerjaan, sehingga program perlindungan sosial dapat diimplementasikan dengan lebih optimal di tingkat daerah.
Dengan melibatkan pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, Social Security Summit 2024 ini diharapkan mampu menjadi ajang diskusi untuk menghadirkan solusi inovatif dan strategi kolaboratif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya dalam hal ini kesejahteraan pekerja yang merupakan cita-cita bersama. (h/ita)