Gemerlap kehidupan malam di ibu kota Sumatera Barat bukan hanya soal dunia mabuk dan pelacuran. Selepas tengah malam, hitam putih perjuangan hidup mereka tersaji, tapi tidak pernah dianggap penting.
Menjelang tengah malam, ketika hari dan tanggal segera berganti, geliat kehidupan di sebuah bangunan lawas bergaya vintage yang berada di pinggir aliran Sungai Batang Arau, Kota Padang perlahan berganti rupa.
Pukul 23.15 WIB, gemerlap lampu disko warna-warni mulai dinyalakan, riuh gelak tawa dari mulut-mulut muda-mudi mabuk alkohol, terdengar begitu samar bersahut-sahutan dengan dentuman suara musik DJ nan menghentak gendang telinga. “Jangan biarkan sadar. Sadar itu menyakitkan,” ucap seorang wanita muda berambut pirang sembari tertawa menyodorkan sebotol anggur merah.
Aster, begitu wanita berparas cantik ini memperkenalkan diri. Bekerja sebagai gadis pemandu karaoke atau ladies companion (LC), ia menerima bayaran Rp150 ribu hingga Rp300 ribu per jam.
Di bawah sinar temaram lampu disko yang bergonti-ganti warna, Aster terlihat begitu manis memesona. Bibir tipis merah meronanya selalu tersenyum ramah seolah tidak menanggung beban hidup apapun.
Sorot bola matanya yang indah seolah antusias mendengarkan setiap cerita dan pertanyaan iseng tidak penting yang dilontarkan tamu yang dilayaninya. “Memang seperti inilah kerjaan LC. Menemani orang mabuk dan mendengarkan kisah sedih mereka,” ucapnya sembari tertawa.