“Sejarah pers Indonesia dan tokoh-tokohnya ini mesti terus dikenang. Dari Sumbar, hampir semua tokoh hebat pejuang bangsa itu berlatarbelakang wartawan, penulis dan juga guru,” ucap wartawan senior pemegang Press Card Number One dari PWI tahun 2016 ini.
Kondisi Pers Ranah Minang dan Ancaman Regenerasi Wartawan
Khairul Jasmi menyebutkan, pers berkualitas bukanlah pers yang main hantam kromo membabi buta begitu saja. Lebih dari itu, pers yang baik adalah pers yang berintegritas dan tidak kehilangan daya kritis.
“Yaitu, pers yang mampu memberikan insight mencerdaskan masyarakat, serta istiqomah bekerja sesuai kode etik jurnalistik, guna mengawal dan menjaga kebijakan penguasa agar tidak merugikan masyarakat banyak,” katanya.
Terkait terjun bebasnya Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Sumbar ke posisi 34 dari 38 provinsi di Indonesia, ia menjelaskan bahwa salah satu indikator penting IKP adalah tingkat kesejahteraan wartawan atau jurnalis di daerah.
Dengan kondisi banyaknya perusahaan swasta skala besar yang beroperasi di Kalsel dan Kaltim, ekonomi media di dua provinsi itu jelas lebih ‘Sehat’ dibandingkan daerah lainnya.
“Bahkan iklan termahal di luar Jakarta, ada di Kalsel dan Kaltim. Tapi di daerah lain, termasuk Sumbar, hampir semua lembaga media nyaris bangkrut, bahkan ada yang tidak mampu menggaji wartawannya,” ucap KJ.
Melemahnya ekonomi industri media lokal yang salah satu penyebabnya adalah beralihnya porsi iklan pemerintah maupun swasta ke media sosial atau Influencer ini. Menurut KJ, ini adalah ancaman nyata bagi masa depan regenerasi atau kaderisasi wartawan di Sumatra Barat.
Sebab, dengan ketidakpastian penghasilan dan kesejahteraan yang dijanjikan profesi wartawan, anak muda utamanya generasi millenial atau Gen Z pasti akan berpikir dua kali untuk memutuskan terjun secara profesional ke dunia jurnalistik.