Kemudian contoh lainnya, sebut Yosviandri, pada setiap perayaan 17 Agustus berupa panjat batang pinang. Tanpa bekerja sama atau berkolaborasi, tentu tidak akan bisa menaklukkan puncak batang pinang yang dipenuhui banyak hadiah.
Ia menyebut, filosofi Minangkabau, yaitu “Alam Takambang Jadi Guru” juga bisa menjadi contoh. Karena, segala yang ada di alam bisa menjadi guru. Seperti semut membuat sarang dari daun yang ukuran daunnya jauh lebih besar dari ukuran semut.
“Kita tidak bisa bayangkan bahwa daun sebesar itu tidak bisa dibawa oleh semut yang ukuran tubuhnya sangat kecil. Tapi ketika dia bersama-sama dan saling dukung satu sama lain, mereka bekerja sama untuk bikin sarang semut dari daun,” ujarnya.
Perusahaan bisa besar dan kokoh, karena mereka tidak sendiri-sendiri dalam membangun perusahaan yang lebih baik, dan mereka justru berkolaborasi satu sama lain untuk menciptakan nilai tambah yang lebih baik.
“Jadi, hilangkan dalam pikiran kita tentang berpisah atau keterpisahan. Harus ada kolaborasi dan kebersamaan. Kebhinekaan menjadi tunggal itu kan kolaborasi sebenarnya,” ucap mantan Dirut PT Semen Padang ini.
Dalam kolaborasi, jelasnya, semuanya menjadi objek dan subjek. Karena kolaborasi itu sudah menyatu dan tidak ada kata lain siapa yang lebih unggul dan agung dalam sebuah hasil dari kolaborasi.
“Semuanya berkolaborasi. Leader hingga bawahan namanya kolaborasi. Kalau gak ada tim bagaimana cara kerjanya. Leader hanya garis komando. Sama kayak tentara kalau berperang kan ada jenderalnya. Tapi apakah kemenangan seseorang itu menjadi kemenangan seseorang, tentu tidak,” katanya.